PERKEMBANGAN
KEPRIBADIAN REMAJA
A.
Pengertian
Kepribadian
Istilah
kepribadian adalah istilah yang populer, baik di masyarakat umum maupun di
lingkungan Psikologi, walaupun istilah tersebut sebenarnya merupakan suatu
konsep yang sukar. Kepribadian atau dalam bahasa inggris adalah “personality”
berasal dari bahasa latin yaitu :
-
Persona (kedok) :
biasanya dipakai oleh para pemain sandiwara pada zaman kuno untuk memerankan
satu bentuk tingkah laku dan karakter pribadi tertentu.
-
Personare (menembus)
: para pemain sandiwara melalui kedoknya berusaha menembus keluar untuk
mengekspresikan satu bentuk gambaran manusia tertentu.[1]
Dalam ilmu psikologi, kepribadian diartikan
sebagai karakteristik atau cara bertingkah laku yang menentukan penyesuaian
dirinya yang khas terhadap lingkungannya.[2]
Sedangkan menurut beberapa tokoh psikologi berbeda pendapat tentang pengertian
kepribadian, seperti yang dijelaskan dibawah ini :
1.
McDougal dan kawan-kawannya
berpendapat bahwa kepribadian adalah tingkatan sifat-sifat dimana biasanya
sifat yang tinggi tingkatannya mempunyai pengaruh yang menentukan.
2.
Gordon W. Allport
mengemukakan, kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai
sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri
terhadap lingkungan.
3.
Abin Syamsudin Makmun
berpendapat, kepribadian adalah kualitas perilaku individu yang tampak dalam
melakukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungan secara unik.
B.
Ciri-Ciri Umum Masa
Remaja
Selain
perubahan fisik yang terjadi pada remaja, terdapat pula perubahan dalam
lingkungan seperti sikap orang tua atau anggota keluarga lain, guru, teman
sebaya mauapun masyarakat pada umumnya. Kondisi ini merupakan reaksi terhadap
pertumbuhan remaja. Remaja dituntut untuk mampu menampilkan tingkah laku yang
dianggap pantas atau sesuai bagi orang-orang seusianya. Adanya perubahan baik
di dalam maupun di luar dirinya itu membuat kebutuhan remaja semakin meningkat
terutama kebutuhan sosial dan kebutuhan psikologinya. Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut remaja memperluas lingkungan sosialnya di luar lingkungan keluarga
seperti lingkungan teman sebaya dan lingkungan masyarakat lain.[3]
Secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut :[4]
1.
Masa remaja awal (12-15
tahun)
Pada
masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan berusaha
mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak bergantung pada orang
tua. Fokus dri tahap ini adala penerimaan terhadap bentuk dan kondisi fisik
serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya.
2.
Masa remaja pertengahan
(15-18 tahun)
Masa
ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru. Teman sebaya masih
memiliki peran yang penting, namun individu sudah lebih mampu mengarahkan diri
sendiri (self-directed). Pada masa ini remaja mulai mengembangkan kematangan
tingkah laku, belajar mengendalikan impulsivitas, dan membuat
keputusan-keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan vokasional yang ingin
dicapai. Selain itu penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu.
3.
Masa remaja akhir (18-22
tahun)
Masa
ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa.
Selama periode ini remaja berusaha memantapkan tujuan vokasional dan
mengembangkan sense of personal identify. Keinginan yang kuat untuk
menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa, juga
menjadi ciri dari tahap ini.
C.
Perkembangan
Kepribadian
Fase
remaja merupakan saat yang paling penting bagi perkembangan dan integrasi kepribadian.
Faktor-faktor dan pengalaman baru yang tampak terjadinya perubahan kepribadian
pada masa remaja, meliputi :[5]
1.
Perolehan pertumbuhan fisik
yang menyerupai masa dewasa.
2.
Kematangan seksual yang
disertai dengan dorongan-dorongan dan emosi baru.
3.
Kesadaran terhadap diri
sendiri, keinginan untuk mengarahkan diri dan mengevaluasi kembali tentang
standar (norma), tujuan, dan cita-cita.
4.
Kebutuhan akan persahabatan
yang bersifat heteroseksual, berteman dengan pria atau wanita.
5. Munculnya konflik sebagai dampak dari masa transisi antara masa
anak dan masa dewasa.
Masa remaja merupakan saat berkembangnya identity
(jati diri). Perkembangan “identity” merupakan isu sentral pada masa
remaja yang memberikan dasar bagi masa dewasa. Dapat juga dikatakan sebagai
aspek sentral bagi kepribadian yang sehat yang merefleksikan kesadaran diri,
kemampuan mengidentifikasi orang lain dan mempelajari tujuan-tujuan agar dapat
berpartisipasi dalam kebudayaannya. Apabila remaja gagal mengintegrasikan
aspek-aspek dan pilihan atau merasa tidak mampu untuk memilih, maka dia akan
mengalami kebingungan (confusion).
1. Iklim keluarga
Apabila
hubungan antarkeluarga hangat, harmonis, serta sikap perlakuan orangtua
terhadap anak positif atau penuh kasih sayang, maka remaja akan mampu
mengembangkan identitasnya secara realistik dan stabil (sehat). Namun apabila
sebaliknya, yaitu hubungan keluarga penuh konflik, tegang dan persilisihan,
serta orangtua bersikap keras dan kurang memberikan kasih sayang, maka remaja
akan mengalami kegagalan dalam mencapai identitasnya secara matang, dia akan
mengalami kebingungan, konflik atau frustasi.
2.
Tokoh Idola
Pada
umumnya, tokoh yang menjadi idola atau pujuan remaja berasal dari kalangan
selebritis seperti seperti para penyanyi, bintang film, dan olahragawan.
Meskipun persentasenya sedikit, ada juga tokoh idola remaja itu berasal dari
para tokoh masyarakat, pejuang atau pahlawan. Biasanya semua hal yang
menyangkut tokoh idola akan diikuti, tentunya diharapkan dari tokoh idola
sesuatu yang baik dan mendukung perkembangan diri remaja, namun bila tokoh
idola mencontohkan sesuatu yang tidak baik dan diikuti, maka itu yang menjadi
masalah.
3.
Peluang Perkembangan Diri
Kesempatan
untuk melihat ke depan dan menguji dirinya dalam setting (adegan)
kehidupan yang beragam. Dalam hal ini eksperimentasi atau pengalaman dalam
menyampaikan gagasan, penampilan peran-peran dan bergaul dengan orang lain atau
kelompok (dalam aktivitas yang sehat) sangatlah penting bagi perkembangan
identitasnya. Namun remaja memiliki bahaya dalam pembentukan identitasnya. yaitu
ketika berkelompok remaja hanya mementingkan perannya menjadi anggota kelompok
daripada mengembangkan pola norma diri sendiri.[7]
Berdasarkan paparan di
atas, dapat dikemukakan bahwa remaja dapat dipandang telah memiliki identity
yang matang (sehat), apabila sudah memiliki pemahaman dan kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan diri sendiri, peran-perannya dalam kehidupan sosial
(di lingkungan keluarga, sekolah atau masyarakat), dunia kerja, dan nilai-nilai
agama.[8]
D.
Karakteristik
kepribadian
Salah
satu kata kunci dari definisi kepribadian adalah penyesuaian (adjusmet).
E.B. Hurlock mengemukakan bahwa penyesuaian yang sehat atau kepribadian yang
sehat ditandai dengan karakteristik sebagai berikut:[9]
1.
Mampu menilai diri secara
realistis. Hal ini ditandai dengan kemampuan umtuk
mempunyai wawasan tentang diri sendiri dan kemampuan untuk menangkap humor. Ia
tidak marah jika dikritik dan disaat-saat yang diperlukan ia bisa melepaskan
diri dari dirinya sendiri dan meninjau dirinya sendiri sebagai orang luar.[10] Mampu
menilai dirinya sebagaimana apa adanya, baik kelebihan, maupun
kekurangan/kelemahannya, yang menyangkut fisik (postur tubuh, wajah keutuhan,
dan kesehatan) dan kemampuan.
2.
Mampu melihat situasi secara
realistik. Individu dapat menghadapi situasi atau
kondisi kehidupan yang dihadapi secara realistik dan mau menerimanya secara
wajar. Dia tidak mengharapkan kondisi kehidupan itu sebagai suatu yang harus
sempurna.
3.
Mampu menilai prestasi yang
diperoleh secara realistis. Individu dapat menilai prestasinya
(keberhasialan yang diperolehnya) secara realistik dan mereaksinya secara
rasional. Dia tidak menjadi sombong, angkuh,
apabila memperoleh prestasi yang tinggi atau kesuksesan dalam hidupnya.
Apabila mengalami kegagalan tidak mereaksinya dengan frustasi , tetapi dengan
sikap optimis.
4.
Menerima tanggung jawab.
Individu yang sehat adalah individu yang bertanggung jawab. Dia mempunyai
keyakinan terhadap kemampuannya untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan yang
dihadapinya.
5.
Kemandirian.
Individu memiliki sikap mandiri dalam cara berpikir dan bertindak, mampu
mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri serta menyesuaikan diri
secara konstruktif dengan norma yang berlaku di lingkungannya.
6.
Dapat mengontrol emosi.
Individu merasa nyaman dengan emosinya. Dia dapat menghadapi situasi frustasi,
depresi atau stres secara positif atau konstruktif, tidak destruktif (merusak).
7.
Berorientasi tujuan.
Setiap orang mempunyai tujuan yang ingin dicapainya. Kepribadiannya dapat
merumuskan tujuannya berdasarkan pertimbangan secara matang (rasional), tidak
atas paksaan dari luar. Dia berupaya untuk mencapai tujuan tersebut dengan cara
mengembangkan kepribadian (wawasan) dan ketrampilan.
8.
Berorientasi keluar.
Dia bersikap respek, empati terhadap orang lain mempunyai kepedulian terhadap
situasi atau masalah-masalah lingkungannya dan bersikap fleksibel dalam
berfikir. Berrett Leonard mengemukakan sifat-sifat individu yang berorientasi
keluar, yaitu: (a) menghargai dan menilai orang lain seperti dirinya sendiri,
(b) merasa nyaman dan terbuka terhadap orang lain, (c) tidak membiarkan dirinya
dimanfaatkan untuk menjadi korban orang lain dan tidak mengorbankan orang lain
karena kekecewaan dirinya.
9.
Penerimaan sosial.
Mau berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial, dan memiliki sikap bersahabat
dalam berhubungan dengan orang lain.
10.
Memiliki filsafat hidup.
Dia mengarahkan hidupnya berdasarkan filsafat hidup yang berakar dari keyakinan
agama.
11.
Berbahagia.
Kebahagiaan itu didukung oleh faktor-faktor pencapaian prestasi, penerimaan
dari orang lain, perasaan dicintai atau disayangi orang lain.
Adapun
kepribadian yang tidak sehat itu ditandai dengan karakteristik seperti:
1.
Mudah marah (tersinggung).
2.
Menunjukkan kekhawatiran dan
kecemasan.
3.
Sering merasa tertekan.
4.
Bersikap kejam atau
mengganggu orang lain yang usianya lebih muda atau terhadap binatang.
5.
Ketidak mampuan untuk
menghindar dari perilaku menyimpang
meskipun sudah diperingati atau dihukum.
6.
Mempunyai kebiasaan berbohong.
7.
Hiperaktif.
8.
Senang mencemooh orang lain.
9.
Sulit tidur.
10.
Kurang memiliki rasa tanggung
jawab.
11.
Kurang memiliki kesadaran
untuk menaati ajaran agama.
12.
Bersikap psimis dalam
mengahadapi kehidupan.
13.
Kurang bergairah dalam
menjalani hidup.
Kelainan
tingkah laku tersebut berkembang apabila anak hidup dalam lingkungan yang tidak
kondusif dalam perkembangannya. Seperti lingkungan keluarga yang broken home,
hubungan antaranggota keluarga kurang harmonis, kurang memperhatikan
nilai-nilai agama dan orang tua bersikap keras atau kurang memberikan curahan
kasih sayang.[11]
[1] Syamsu Yusuf, “Psikologi Perkembangan Anak
dan Remaja” (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), 126
[2] Hendriati Agustina, “Psikologi Perkembangan
(Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada
Remaja)” (Bandung: Refika Aditama, 2006), 128
[3] Hendriati Agustina, “Psikologi
Perkembangan (Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian
Diri pada Remaja)” (Bandung: Refika Aditama, 2006), 28
[4] Ibid., 29
[5] Syamsu Yusuf, “Psikologi Perkembangan Anak
dan Remaja” (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), 201
[6] Ibid., 202-203
[7] Monks, dkk, “Ontwikkelings Psycologie”
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006), 282.
[8] Syamsu Yusuf, “Psikologi Perkembangan Anak
dan Remaja” (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), 203
[9]
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2008), 130-131.
[10]
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (jakarta:Rajagrafindo Persada), 82.
[11]
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja, 132.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar