WAKTU SHOLAT FARDHU
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
mata kuliah studi fiqh tahun ajaran 2014/2015
Disusun oleh :
Yusuf Eko Dariyanto
|
(210314034)
|
Kelas : TB.A
Dosen pengampu :
Isnati Ulfa,M.HI.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PONOROGO
NOPEMBER 2014
Bab I
Pendahuluan
A.
Latar belakang masalah
Shalat
merupakan ibadah wajib yang harus dikerjakan setiap umat Islam di dunia dan suatu
ibadah yang sifatnya tidak bisa ditinggalkan dalam keadaan dan kondisi apaupun.
Sholat adalah tiangnya agama, ketika tiang tak ditegakkan maka hancurlah
bangunan itu. Perintah sholat diturunkan langsung oleh Allah SWT kepada nabi
Muhammad SAW tanpa perantara malaikat jibril dan dalam peristiwa Isra’ miraj.
Betapa istimewanya ibadah ini yang ketika hari akhir akan dihisab pertama kali
dan yang akan menentukan kemanakah kita di akhirat nanti, di surga atau di
neraka. Meskipun begitu dalam menjalankan sholat ada kalanya kita deberi
keringanan, misalnya ketika sakit dan tidak dapat berdiri kita boleh melakukan
sholat sambil duduk atau terbaring. Yang penting tetap sholat.
Di dalam sholat
tersirat berbagai hikmah, salah satunya melatih kita untuk terbiasa berdisiplin
waktu karena sholat memiliki waktu waktu tertentu, sehingga mengharuskan kita
menyisihkan waktu untuk mengerjakan ibadah ini. Seperti yang difirmankan Allah
dalam surat An-Nisa’ : 103 dibawah ini :
اِنَّ الصَّلَاةَ كَا نَتْ عَلَى اْلمُوءْ مِنِينَ كِتَا بًا مَو قُو
تَا
“Sesungguhnya
sholat itu bagi kaum mukmin suatu kitab yang mempunyai waktu waktu tertentu”
Sudah sepantasnya
sebagai mukmin kita mengerjakan sholat pada waktu waktu yang telah ditentukan
itu, dan lebih afdol lagi jika kita mengerjakannya secara berjamaah. Kadang
diwaktu waktu itu sering kita lalai tak mengerjakan sholat dengan alasan masih
istirahat atau karena lelah sepulang kerja. Dan jika hal ini dibiarkan terus
dan membudaya maka akan berdampak buruk kepada kita. Padahal sholat sebenarnya
bertujuan agar kita selalu ingat Allah dan ingat hidup ini hanya sementara dan
segala sesuatu di dunia ini akan kembali kepada-Nya.
B.
Rumusan masalah
1.
Apakah
dasar penetapan waktu-waktu sholat fardhu?
2.
Bagaimana
pendapat para ulama tentang waktu-waktu shalat fardhu?
3.
Kapan
waktu yang utama setiap sholat fardhu?
4.
Bagaimana
keringanan dalam waktu sholat fardhu ?
5.
Kapan
waktu yang dilarang mengerjakan sholat ?
Bab II
Pembahasan
A.
Dasar penetapan waktu-waktu sholat fardhu
Shalat menurut penggertian bahasa adalah doa. Sedang yang
dimaksud dalam pembahasan adalah ibadah yang terdiri dari beberapa perkataan
dan perbuatan, yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, dan
memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu. Dalam Al-Qur’an surat Al-Ankabut
ayat 45 Allah telah menegaskan: “Dirikanlah shalat, sunggauh shalat dapat
mencegah perbuatan keji dan munkar”. Dalam sehari semalam, seorang muslim
diwajibkan melaksanakan shalat lima kali, yang sudah diatur secara rinci. Shalat
adalah ibadah yang menjadi tiang agama. Barang siapa menegakkannya, berarti
telah mnegakkan agama. Dan barang siapa yang mengabaikannya berarti telah
menghancurkan agama. Di dalam shalat terdapat rukun qalbi (hati), rukun qauli
(bacaan), rukun fi’li (perbuatan), disamping ada pula sunat sunat yang harus
dilakukan. Karena itu, penting sekali mempelajari seluk-beluk masalah shalat,
hingga kemudian mendapatkan nilai ibadah shalat yang sempurna. [1]
Allah SWT telah
menjelaskan bahwa shalat diwajibkan itu mempunyai waktu tertentu.shalat lima
waktu merupakan kewajiban umat islam yang harus dilakukuan tidak boleh
ditinggalkan. Selain itu shalat lima waktu tidak dapat dilakukan di sembarang
waktu tanpa ada alasan yang membolehkannya.[2]
Dasar perintah shalat lima
waktu dijelaskan dalam :
1.
Q.S.
An Nisa : 103
اِنَّ الصَّلَاةَ كَا نَتْ عَلَى اْلمُؤْمِنِينَ كِتَبَا مَوقُوتَا...
Artinya : ... Sesungguhnya shalat
itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yangg beriman.
2.
Q.S. Hud : 114
وَاَقِمِ الصّلاَةَ طَرَفِىَ النَّهَارِ وَزُلَفَا مِنَ الَّيلِ ج اِنَّ الحَسَنَتِ
يُذهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ج ذَلِكَ ذِكْرَى
المِذَّاِكرِينَ
Artinya : Dan dirikanlah shalat itu
pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan daripada
malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapus (dosa)
perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.
3.
Q.S.
Al Isra’ : 78
اَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُ لُوكِ
الشَّمْسِ اِلَى غَسَقِ الَّيلِ وَقُرءَانَ اْلفَجْرِصا اِنَّ
قُرءَانَ اْلفَجْرِكَان مَشْهُودًا
Artinya : Dirikanlah shalat dari
sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat)
subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh para malaikat).
4.
Q.S.
Thaha : 130
وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَ قَبْلَ غُرُوبِهَا
صا وَ مِنَ أَنَاءِ اللَّيْلَ فَسَبِّحْ وَاَطرَافَ النَّهَارِ لَعَلَّكَ
تَرْضَى
Artinya : Dan bertasbihlahdengan
memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih
pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari,
supaya kamu merasa senang.[3]
Dari ayat di atas dapat ditentukan
tiga waktu yang pokok yaitu :
a.
Waktu
Dhuhur pada saat tergelincirnya matahari,
b.
Waktu
Maghrib pada saat matahari terbenam dan
c.
Waktu
Subuh pada saat fajar terbit.
5.
Sabda
Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Ahmad, An Nasai dan At-Turmudi dari Jabir bin
Abdullah r.a. :
اَنَّ النَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَاءَهُ جِبْرِيْلُ
عَلَيْهِ السَّلَامُ فَقَالَ لَهُ : قُمْ فَصَلِّهِ، فَصَلَّى الظَّهْرَ حِيْنَ زَالَتِ
الشَّمْسُ، ثُمَّ جَاءَهُ العَصْرَ فَقَالَ : قُمْ فَصَلِّهِ ، فَصَلَى العَصْرَ حِيْنَ
صَارَ ظِلُّ كُلِّا شَيْءٍ مِثْلَهُ، ثُمَّ جَاءَهُ المَغْرِبَ فَقَالَ : قُمْ فَصَلِّهِ
، فَصَلَى المَغْرِبَ حِيْنَ وَجَبَتَ الشَّمْسُ، ثُمَّ جَاءَهُ العِشَاءَ فَقَالَ
: قُمْ فَصَلِّهِ ، فَصَلَى العِشَاءَ حِيْنَ غَابَ الشَفَقُ، ثُمَّ جَاءَهُ الفَجْرَ
حِيْنَ بَرَقَ الفَجْرُ، اَوْ قَالَ: سَطَعَ الفَجْرُ، ثُمَّ جَاءَهُ مِنَ الغَدِ
للظُّهْرِ، فَقَالَ: قُمْ فَصَلِّهِ، فَصَلَى الظُهْرَ حِيْنَ صَارَ ظِلُّ كُلِّا
شَيْءٍ مِثْلَهُ، ثُمَّ جَاءَهُ العَصْرَ فَقَالَ : قُمْ فَصَلِّهِ، فَصَلَى العَصْرَ
حِيْنَ صَارَ ظِلُّ كُلِّا شَيْءٍ مِثْلَيْهِ ، ثُمَّ جَاءَهُ المَغْرِبَ وَقْتًا
وَاحِدًا لَمْ يَزَلْ عَنْهُ . ثُمَّ جَاءَهُ العِشَاءَ حِيْنَ ذَهَبَ نِصْفُ الَّيْلِ
، اَوْ قَالَ : ثُلُثُ الَّيْلِ، فَصَلَى العِشَاءَ، ثُمَّ جَاءَهُ حِيْنَ اَسْفَرَ
جِدًّا فَقَالَ : قُمْ فَصَلِّهِ، فَصَلَى الفَجْرَ، ثُمَّ قَالَ: مَابَيْنَ هَذَيْنِ
الوَقْتَيْنِ وَقْتِ.
Artinya : “Bahwa
Nabi saw. di datangi oleh Jibril a.s. yang mengatakan kepadanya: “ Bangunlah
dan shalatlah!” Maka Nabi pun shalat Dhuhur sewaktu tergelincirnya matahari.
Kemudian ia datang pula di waktu ‘Ashar, katanya: “Bangun dan shalatlah!” Nabi
mengerjakkan pula shalat ‘Ashar, yakni ketika bayang-bayang sesuatu, telah sama
panjang dengan badannya. Lalu ia datang di waktu Maghrib, katanya: “Bangun dan
shalatlah!” Nabi pun melakukan shalat Maghrib sewaktu matahari telah terbenam
atau jatuh. Setelah ia datang pula di waktu Isya’, dan menyuruh: “Bangun dan
shalatlah!” Nabi segera shalat Isya’ ketika syafak atau awan merah telah
hilang. Akhirnya ia datang di waktu fajar ketika fajar telah bercahaya atau
katanya ketika fajar. Kemudian keesokan harinya Malaikat itu datang lagi di
waktu Dhuhur, katanya: “Bangunlah dan shalatlah!” Maka Nabi pun shalat, yakni
ketika bayang-bayang segala sesuatu, sama panjang dengan sesuatu itu. Di waktu
‘Ashar ia datang pula, katanya: “Bangunlah dan shalatlah!” Nabi pun shalatlah,
pada waktu bayang-bayang dua kali sepanjang badan. Lalu ia datang lagi di waktu
Maghrib pada saat seperti kemarin tanpa perubahan, setelah itu ia datang lagi
pada waktu ‘Isya ketika berlalu seperdua malam atau katanya sepertiga malam dan
Nabipun melakukan shalat ‘Isya. Kemudian ia datang pula ketika malam telah
mulai terang, katanya: “Bangun dan shalatlah!” Nabipun mengerjakan shalat
Fajar. “Nah”, katanya lagi, ‘di antara kedua waktu itulah terdapat waktu-waktu
shalat.” (H.r. Ahmad, Nasa’i, dan Turmudzi).[4]
Dari hadist
Jabir ra. diatas dapat dirumuskan
sebagai berikut :
a.
Shalat
Dhuhur dimulai pada saat matahari tergelincir, yakni titik pusat matahari mulai
terlepas dari lingkaran meridian sampai bayang-bayang benda sama panjang
bendanya.
b.
Shalat
Ashar dimulai pada saat bayangan matahari sama dengan bayangan bendanya sampai pada
saat bayang-bayang dua kali panjang bendanya.
c.
Shalat
Maghrib dimulai pada saat matahari telah terbenam, yakni piringan atas matahari
bersinggungan dengan horizon/ufuk di belahan langit barat.
d.
Shalat
Isya’ dimulai pada saat mega merah telah hilang sampai terbitnya fajar shadiq.
e.
Shalat
Subuh dimlai saat terbit fajar shadiq, yakni cahaya putih telah tampak diufuk
belahan langit timur sampai terbitnya matahari.[5]
B.
Pandangan Para Ulama Tentang Waktu-waktu Shalat Fardhu
1.
Waktu
Shubuh
Semua Imam
Mazhab sepakat bahwa waktu shalat Shubuh yaitu terbitnya fajar sampai terbitnya
matahari, tetapi mazhab Maliki berpendapat lain. Bahwa waktu Shubuh ada dua
pertama adalah Ikhtar (memilih) yaitu terlihatnya wajah orang yang kita
pandang. Sedangkan yang kedua adalah terpaksa Idhthirari (terpaksa) yaitu
terlihatnya wajah tersebut sampai terbitnya matahari.
2.
Waktu
Dhuhur
Menurut emapat Mazhab dimulai dari
tergelincirnya matahari sampai bayang-bayang sesuatu sama panjangnya dengan
sesuatu itu. Apabila lebih walaupun sedikit, berarti waktu Dhuhur sudah habis.
Tetapi Syafi’i dan Maliki, batasan ini hanya berlaku khusus bagi orang yang
melihatnya, sedangkan bagi orang yang terpaksa, maka waktu Dhuhur itu sampai
bayang-bayang sesuatu (benda) lebih panjang dari benda tersebut.
3.
Waktu
Asar
Waktu Asar menurut Hanafi dan
Syafi’i dimulai dari lebihnya bayang-bayang sesuatu (dalam ukuran panjang)
dengan benda tersebut sampai terbenamnya matahari. Menurut Maliki, Asar
mempunyai dua waktu. Yang pertama disebut waktu Ikhtisari yang dimulai dari
lebihnya bayang-bayangsuatu benda dari benda tersebut sampai matahari nampak
menguning. Sedangkan yang kedua disebut waktu Idhthirari yaitu mulai dari
matahari yang mulai tampak menguning sampai terbenamnya matahari. Menurut
Hambali yang termasuk yang paling akhirnya shalat Asar adalah sampai
bayang-bayang suatu benda lebih panjang dua kali dari benda tersebut, dan pada
saat itu boleh mendirikan shalat Asar sampai terbenamnya matahari. Tetapi orang
yang shalat pada waktu itu berdosa dan diharamkan sampai mengakhirkannya pada
waktu tersebut.
4.
Waktu
Maghrib
Menurut Syafi’i dan Hambali waktu
shalat Maghrib dimulai dari hilangnya cahaya merah di arah barat.
5.
Waktu
Isya’
Waktunya dimulai dari terbenamnya
syafak merah (setelah waktu maghrib) sampai fajar kedua.[6]
C.
Waktu yang utama setiap shalat
1.
Mengakhirkan
waktu shalat Dhuhur saat hari panas
كَانَ النَّبِيُّ
صَلَى اللهُ عَلَيهِ وَ سَلَّمَ : إِذَا اشْتَدَّ البَرْدُ بَكَّرَ بِا اصَّلَا ةِ
؛ وَ إِذَا اشْتَدَّ الحَرُّ اَبَردَ بِا اصَّلَاةِ
Artinya : “Adalah Nabi saw bila hari amat dingin menyegerakan
dilakukannya shalat, dan bila hari amat panas melambatkan memulainya”(H.R.Bukhari
)
Hanya disunatkan ta’khir shalat atau mengundurkan shalat Dhuhur itu
dari awalnya waktu hari amat panas hingga tiada mengganggu kekhusyukan,
sebaliknya disunatkan ta’jil atau menyegerakan pada saat-saat lain dari
demikian.[7]
2.
Melaksanakan
shalat Ashar diawal waktu
قَالَ رَسُولُ
الله صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : مَنْ فَا تَتْهُ صَلَاةُ العَصْرِ فَكَانَّمَا
وُتِرَ اَهْلُهُ وَمَا لُهُ
Artinya : “Telah bersabda Rosulullah
saw : Barangsiapa kehilangan waktu Ashar, seakan akan dia telah kehilangan
keluarga dan harta kekayaannya.”
Lafal wutira ahlahu wa malahu bermakna kehilangan keluarga
dan harta kekayaannya. Ada juga yang memberikan makna dikurangi makna dikurangi
keluarga dan harta kekayaan dan harta kekayaan. Jadi orang yang mengabaikan
waktu shalat Ashar hingga kelewat batas waktu yang telah ditentukan, sama saja
dengan orang yang kehilangankeluarga dan harta kekayaannya. Artinya ,sangat
rugi besar ,bahkan harus menangis penuh penyesalan.[8]
3.
Melaksanakan
shalat Maghrib diawal waktu
اَنَّ رَسُولُ
الله صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : لَا تَزَالُ اَمَّتِى عَلَى اْلفِطْرَةِ
مَا صَلُّوا اْلمَغْرِبَ قَبْلَ طُلُوعِ النُّجُومِ
Artinya : “Bahwa Rasulullah saw telah bersabda : Senantiasalah
umatku berada dalam kesucian, selama mereka melakukan sholat Maghrib sebelum
terbitnya bintang-bintang” (H.R. Ahmad dan
Thabrani)
Hal ini karena dalam hadist yang sebelumnya, yaitu hadist Jibril
sebagai imam, bahwa ia shalat Maghrib pada suatu waktu selama dua hari yakni
ketika matahari terbenam, maka ia hanya menunjukkan disuntkannya ta’jil atau
menyegerakan Maghrib[9].
4.
Melaksanakan
shalat Isya’ di sepertiga atau seperdua malam
Dari Aisyah katanya:
قَالَ رَسُولُ
الله صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ لَوْلَا اَنْ اَشُقَّ عَلَى اُمَّتِى لَأَمَرْتُهُمْ
اَنْ يُؤَخِّرُوا اْلعِشَاءَ اِلَى ثُلُثَ اللَّيْلَ اَوُ نِصًفِهِ
Artinya : “Telah bersabda Rasulullah saw : Kalau tidaklah akan
memberatkan umatku, tentu kusuruh mereka mengundurkan “isya sampai sepertiga
atau seperdua malam.[10]
(H.R.Ahmad, Ibnu Majah,Turmudzi yang menyatakan sahnya)
5.
Menyegerakan
shalat Shubuh
اَنَّ رَسُولُ
الله صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ صَلَّى صَلَاةَ الصُّبْحِ مَرَّةً بِغَلَسٍ
ثُمَّ صَلَّى مَرَّةً أُخْرَى فَأَسْفَرَبِهَا ثُمَّ كَانَتْ صَلَاتُهُ بَعْدَ ذَلِكَ
التَّغْلِيْسَ حَتَّى مَأَتَ وَلَمْ يَعُدْ اَنْ يُسْفِرَ
Artinya : “Bahwa Rasulullah saw. melakukan shalat Shubuh di saat
kelam pada akhir malam, kemudian pada kali yang lain dilakukannya ketika hari
telah mulai terang. Setelah itu shalat tetap dilakukannya pada waktu gelap
tersebut sampai ia wafat, dan tidak pernah lagi di waktu hari te;ah mulai
terang”[11]
(H.R. Abu Daud, dan Baihaqi dan
sanadnya shahih)
D.
Keringanan dalam waktu shalat fardhu
1.
Mendapatkan
satu rakaat pada waktunya
Barang
siapa mendapatkan satu raka’at sebelum habis waktu,
berarti ia telah mendapatkan shalat
keseluruhannya, berdasarkan hadist Abu Hurairah :
اَنّ رَسُوْلُ
الله صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : مَنْ اَدْرَكَ رَكْعَتً مِنَ الصَّلَاةِ
فَقَدْ اَدْرَكَ الصَّلَاةَ
Artinya : “Bahwa Nabi saw. Telah bersabda : Barang siapa
mendapatkan satu rakaat dari suatu shalat, berarti ia mendapatkan keseluruhan
shalat itu.” (HR. Jama’ah)
Ketentuan ini mencakup semua shalat[12]
2.
Tertidur
atau lupa melakukan shalat
Barang siapa yang tertidur atau lupa melakukan shalat maka
waktunya ialah ketika ia tersadar dan ingat padanya.
اَخْبَرَنَا مَالَكٌ
عَنْ إِبْنِ شَهَابٍ عَنْ إِبْنِ المُسَيَّبِ اَنَّ رَسُولُ الله صَلَى اللهُ عَلَيْهِ
وَ سَلَّمَ نَامَ عَنِ الصُّبُحِ فَصَلاَّهَا بَعْدَ مَا طَلَعَتِ الشَّمْسِ ثُمَّ
قَالَ : مَنْ نَسِىَ الصَّلَاةَ فَلْيُصَلِّهَا إِذَاذَكَرَهَا فَإِنَّ اللهَ عَزَّوَجَلَّ
يَقُولُ : اَقِمُ الصّلَاةَ لِذِكْرِى
Telah mengkhabarkan kepada kami Malik dari ibnu Syihab dari Ibnu
Musayab, bahwa Rasulullah saw. pernah tidur hingga kesiangan dalam melaksanakan
shalat Shubuh. Beliau baru melaksanakan shalat Shubuh ketika matahari terbit.
Beliau kemudian bersabda : “Barangsiapa terlupa melaksanakan shalat, hendaklah
dia mengerjakannya ketika ingat. Sebab Allah ‘azzawajalla telah berfirman
(dalam surat Thaha ayat:14, yang menegaskan): “Dan dirikanlah shalat untuk
mengingat aku.”
Apabila seseorang lupa mengerjakan shalat, atau tertidur
hingga waktu melaksanakan shalat telah habis, hendaklah dia segera
mengqadha’nya ketika ingat. Artinya, ketika teringat atau sudah bangun dari
tidur, hendaklah segera melaksanakan shalat yang ditinggalkan tersebut, jangan
menunda-nunda waktu.[13]
E.
Waktu yang dilarang melakukan shalat
اَخْبَرَنَا مَالِكٌ
عَنْ زَيْدِ بْنِ اَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ عَبْدُ اللهِ الصَّنَا
بَحِيِّ اَنَّ النَّبِيُّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : إِنَّ الشَّمْسَ
تُطْلَعُ وَمَعَهَا قَرُنُ الشَّيْطَانِ فَاِذَا ارْتَفَعَتْ فَارَقَهَا فَاِذَا
اسْتَوَتْ قَارَنَهَا فَاِذَا زَالَتُ فَارَقَهَا فَاِذَا آذَنَتْ لِلْغُرُوبِ قَارَنَهَا
فَاِذَا غَرَبَتْ فَارَقَهَا وَنَهَى رَسُولُ اللهُ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ
عَنِ الصَّلَاةِ فِى تِلْكَ السَّاعَاتِ
Telah mengkhabarkan kepada kami Malik dari Zaid bin Aslam dari
Atha’ bin Yasar dari Abdullah Ash-Shanabahi, bahwa Nabi saw. telah bersabda :
“Sesungguhnya matahari terbit dibarengi oleh tanduk setan. Apabila matahsri
meninggi, berarti telah meninggalkan tanduk setan itu. Tetapi bila matahari
masih rendah, berarti sejajar dengan tanduk setan. Bila matahari tepat berada
di tengah, maka sejajar dengan tanduk setan. Dan bila matahari tergelincir ke
barat, berarti telah meninggakan tanduk setan. Apabila tiba waktu terbenam,
berarti matahari itu kembali sejajar tanduk setan. Dan bila telah terbenam
dengan sempurna, berarti matahari itu telah meninggalkan tanduk setan.”Karena
itu, Rasulullah saw. melarang melakukan shalat pada saat-saat matahari sedang
sejajar dengan tanduk setan.[14]
Menurut hadis diatas ada tiga larangan waktu melaksanakan shalat :
1.
Ketika
matahari baru terbit, karena saat itu matahari sejajar tanduk setan. Hendaknya
menunggu sampai matahari meninggi. Jika masih tinggi matahari masih rendah,
hendaknya juga menunggu sampai matahari meninggi.
2.
Ketika
matahari tepat di tengah-tengah, hendaknya meunggu sampai matahari condong
sedikit ke barat.
3.
Ketika
matahari hampir terbenam, hendaknya menunggu samapi matahari terbenam sempurna.
Bab III
Penutup
A.
Kesimpulan
1.
Dasar
penetapan waktu shalat fardhu terdapat dalam Q.S. An Nisa’:103, Q.S. Hud:114,
Q.S. Al Isra’:78, Q.S. Thaha: 130, dan Hadist Nabi dari Jabir bin Abdullah ra.
Yang menyimpulkan waktu waktu shalat fardhu sebagai berikut :
a.
Shalat
Dhuhur dimulai pada saat matahari tergelincir, yakni titik pusat matahari mulai
terlepas dari lingkaran meridian sampai bayang-bayang benda sama panjang
bendanya.
b.
Shalat
Ashar dimulai pada saat bayangan matahari sama dengan bayangan bendanya sampai
pada saat bayang-bayang dua kali panjang bendanya.
c.
Shalat
Maghrib dimulai pada saat matahari telah terbenam, yakni piringan atas matahari
bersinggungan dengan horizon/ufuk di belahan langit barat.
d.
Shalat
Isya’ dimulai pada saat mega merah telah hilang sampai terbitnya fajar shadiq.
e.
Shalat
Subuh dimlai saat terbit fajar shadiq, yakni cahaya putih telah tampak diufuk
belahan langit timur sampai terbitnya matahari.
2.
Pandangan
para uama tenang waktu-waktu shalat fardhu
a.
Shalat
subuh menurut semua mazhab dimulai dari terbitnya fajar sampai terbitnya
matahari.
b.
Shalat
dhuhur menurut empat imam mazhab dimulai dari tergelincirnya matahari sampai
bayang-bayang suatu benda sama panjang dengan bendanya.
c.
Shalat
Asar empat imam mazhab memiliki pendapat yang berbeda-beda tentang waktunya,
tetapi pada intinya dimulai dari bayang-bayang suatu benda lebih panjang dari
benda tersebut sampai terbenamnya matahari.
d.
Shalat
Maghrib menurut Syafi’i dan Hambali waktu shalat Maghrib dimulai dari hilangnya
cahaya merah di arah barat.
e.
Shalat
Isya’ waktunya dimulai dari terbenamnya
syafak merah (setelah waktu maghrib) sampai fajar kedua.
3.
Waktu
yang utama dalam setiap shalat fardhu adalah :
a.
Mengakhirkan
waktu shalat Dhuhur saat hari panas
b.
Melaksanakan
shalat Ashar diawal waktu
c.
Melaksanakan
shalat Maghrib diawal waktu
d.
Melaksanakan
shalat Isya’ di sepertiga atau seperdua malam
e.
Menyegerakan
shalat Shubuh
4.
Keringanan
dalam waktu shalat fardhu
a.
Barang
siapa mendapatkan satu raka’at sebelum habis waktu, berarti ia telah
mendapatkan shalat keseluruhannya
b.
Barang
siapa yang tertidur atau lupa melakukan shalat maka waktunya ialah ketika ia
tersadar dan ingat padanya
5.
Waktu
yang dilarang mengerjakan shalat
a.
Ketika
matahari baru terbit, karena saat itu matahari sejajar tanduk setan. Hendaknya
menunggu sampai matahari meninggi. Jika masih tinggi matahari masih rendah,
hendaknya juga menunggu sampai matahari meninggi.
b.
Ketika
matahari tepat di tengah-tengah, hendaknya meunggu sampai matahari condong
sedikit ke barat.
c.
Ketika
matahari hampir terbenam, hendaknya menunggu samapi matahari terbenam sempurna
Daftar Pustaka
Mahalli,
Ahmad Mudjab, Hadis-Hadis Ahkam Riwayat Asy-Syafi’i. Jakarta:
Grafindo Persada, 2003
Junaidi, Ahmad, Seri ilmu falak. Ponorogo: STAIN Ponorogo
Press, 2011
Sabiq, Sayid, Fikih Sunnah. Bandung: Al Ma’arif, 1987
Rasjid,
Sulaiman, Fiqih Ibadah, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2004
[1] Ahmad Mudjab Mahalli, Hadis-Hadis Ahkam
Riwayat Asy-Syafi’i (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), 115
[8] Ahmad Mudjab Mahalli, Hadis-Hadis Ahkam
Riwayat Asy-Syafi’i, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), 124-125
[13] Ahmad Mudjab Mahalli, Hadis-Hadis Ahkam
Riwayat Asy-Syafi’i (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2003), 129-130
Casinos Near Harrah's Cherokee Casino - Mapyro
BalasHapusFind Casinos Near Harrah's Cherokee 아산 출장샵 Casino, NC on Mapyro. 경산 출장샵 Address: 포항 출장샵 777 나주 출장샵 Casino Drive, Murphy, NC 28719. Phone: (580) 547-4611. 경상북도 출장마사지