KONSEP DASAR SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
Makalah ini disusun untuk salah satu tugas pada
mata kuliah
Ilmu Pendidikan Islam
Disusun oleh :
1. Fatim
Lathifah (210314024)
2. Muhammad
Irfan Azzis (210314009)
3. Yusuf
Eko Dariyanto (210314034)
Dosen Pengampu :
Anas Ma’ruf, M. Pd. I
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
2016
Daftar Isi
Daftar Isi ..................................................................................................................1
Bab I : Pendahuluan
................................................................................................2
A. Latar
Belakang Masalah
..............................................................................2
B. Rumusan
Masalah
.......................................................................................3
Bab II : Pembahasan
................................................................................................4
A. Sejarah
Pendidikan Islam ............................................................................4
B. Perkembangan
dan Pertumbuhan Pendidikan Islam ...................................6
C. Implikasi
Al Qur’an Terhadap Pendidikan ...............................................12
D. Strategi
Pendidikan Islam .........................................................................18
Bab III : Kesimpulan
.............................................................................................25
Daftar Pustaka
.......................................................................................................25
BAB I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang Masalah
Secara umum sejarah mengandung kegunaan yang
sangat besar bagi kehidupan manusia. Karena sejarah menyimpan atau mengandung
kekuatan yang dapat menimbulkan dinamisme dan melahirkan nilai-nilai baru bagi
pertumbuhan dan perkembangan kehidupan umat manusia. Sumber utama ajaran islam
(Al-Qur’an) mengandung cukup banyak nilai-nilai kesejahteraan, yang langsung
atau tidak langsung mengandung makna yang besar, pelajaran yang sangat tinggi
dan pempinan utama bagi umat islam, khususnya bagi umat Islam. Maka tarih dan
ilmu tarih (sejarah) dalam islam menduduki arti peting dan mempunyai kegunaan
dalam kajian islam. Oleh sebab itu kegunaan sejarah pendidikan islam meliputi
dua aspek, yaiu kegunaan yang bersifat umum dan kegunaan yang bersifat
akademis.
Yang besifat umum, sejarah pendidikan islam
mempunyai kegunaan sebagai faktor keteladanan. Hal ini sejalan dengan makna
yang tersurat dan tersirat dalam firman Allah
ö@è% bÎ) óOçFZä. tbq™7Åsè? ©!$# ‘ÏRqãèÎ7¨?$$sù ãNä3ö7Î6ósムª!$# öÏÿøótƒur ö/ä3s9 ö/ä3t/qçRèŒ 3 ª!$#ur Ö‘qàÿxî ÒO‹Ïm§‘ ÇÌÊÈ
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai
Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu."
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Yang bersifat akademis, kegunaan sejarah
pendidikan Islam selain memberi perbendaharaan perkembangan ilmu pengetahuan
(teori dan praktek), juga untuk menumbuhkan persepektif baru dalam rangka
mencari relevansi pendidikan Islam terhadap segala bentuk perubahan dan
perkembangan ilmu tehnologi.
Selain itu sejarah pendidikan islam akan
mempunyai kegunaan dalam rangka pembangunan dan pengembangan pendidikan islam.
Dalam hal ini, sejarah pendidikan islam akan memberikan arah kemajuan yang
pernah dialami dan dinamismenya sehingga pembangunan dan pengembangan itu tetap
dalam kerangka pandangan yang utuh dan mendasar.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
Sejarah Pendidikan Islam?
2. Bagaimana
Pertumbuhan dan Perkembangan Islam?
3. Bagaimana
Implikasi Al Qur’an Terhadap Pendidikan?
4. Bagaimana
Strategi Pendidikan Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Pendidikan Islam
Kata sejarah dalam bahasa Arab disebut tarih,
yang menurut bahasa berarti ketentuan masa. Sedang menurut istilah berarti
keterangan yang telah terjadi dikalangannya pada masa yang telah lampau atau
pada masa yang masih ada. Kemudian yang dimaksud dengan ilmu tarih, ialah suatu
pengetahuan yang gunanya untik mengetahui keadaan-keadaan atau
kejadian-kejadian yang telah lampau maupun yang sedang terjadi dikalangan umat.[1]
Dalam
bahasa Inggris sejarah disebut history, yang berarti pengalaman masa
lampau daripada umat manusia. Pengertian selanjutnya memberikan makna sejarah
sebagai catatan yang berhubungan dengan kejadian-kejadian masa silam yang diabadiakan
dalam laporan-laporan tertulis dan dalam ruang lingkup yang luas. Kemudian
sebagai cabang ilmu pengetahuan sejarah mengungkapkan peristiwa-peristiwa masa
silam, baik peristiwa sosial, politik, ekonomi, maupun agama dan budaya dari
suatu bangsa, negara atau dunia.
Pokok persoalan sejarah senantiasa akan sarat
dengan pengalaman-pangalaman penting yang menyangkut perkembangan keseluruhan
keadaan masyarakat. Oleh sebab itu, menurut Sayid Quthub, sejarah bukanlah
peristiwa-peristiwa, melainkan tafsiran peristiwa-peristiwa itu, dan pengertian
mengenai hubungan-hubungan nyata dan tidak nyata, yang menjalin seluruh bagian
serta memberinya dinamisme dalam waktu dan tempat.[2]
Dalam bahasa Indonesia istilah pendidikan
berasal dari kata “didik” dengan memberinya awalan “pe” dan akhiran “an”,
mengandung arti “perbuatan” (hal, cara dan sebagainya). Istilah pendidikan ini
semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu “paedagogic”, yang berarti
bimibingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke
dalam bahasa Inggris dengan “education” yang berarti pengembangan atau
bimbingan. Dalam bahasa Arab istilah ini sering diterjemahkan dengan “tarbiyah”
yang berarti pendidikan.
Dalam perkembangannya istilah pendidikan
berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak
didik oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Dalam perkembangan selanjutnya,
pendidikan berarti usaha yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang
untuk mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang agar menjadi dewasa atau
mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. Di
dalam Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pemebelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Dengan demikian pendidikan berarti, segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan peserta didik untuk
memimpin perkembangan potensi jasmani dan rohaninya ke arah kesempurnaan.[3]
Berangkat dari pengertian sejarah
sebagaimana yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan pengertian tentang
sejarah pendidikan islam sebagai berikut:
1. Keterangan
mengenai pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam dari waktu ke waktu yang
lain, sejak zaman lahirnya Islam sampai dengan masa sekarang.
2. Cabang
ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan
pendidikan Islam baik dari segi ide dan konsepsi maupun segi intitusi dan
operasionalisasi sejak zaman nabi Muhammad sampai sekarang.
B. Perkembangan
dan Pertumbuhan Pendidikan Islam
Sejarah pendidikan islam pada hakikatnya tidak
terlepas dari sejarah islam.[4] Oleh
sebab itu perjalanan sejarah pendidikan islam sejalan dengan sejarah islam itu
sendiri. Pendidikan berperan besar terhadap terciptanya masa keemasan islam.
Bukan rahasia lagi jika karena pendidikanlah islam bisa berkembang pesat.
Dalam sejarahnya islam terbagi ke dalam
periode-periode. Dalam periode-periode itu pendidikan juga berkembang, dan
perkembangannya tergantung kebijakan penguasa pada setiap periode.
1. Masa
Nabi Muhammad (610 – 632 M)
Wahyu pertama yang diterima nabi Muhammad berbunyi “Iqra’” yang
artinya “Bacalah”. Firman Allah ini pada hakikatnya adalah pencanangan terhadap
konsep pemberantasan buta huruf, karena membaca adalah langkah awal yang dapat
membebaskan umat manusia dari ketidaktahuan. Membaca dan memahami adalah pintu
gerbang untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Pada kerangka ini wahyu pertama
tersebut mengandung perintah untuk membaca dan mencari ilmu pengetahuan tentang
rahasia-rahasia dan sifat-sifat kekuasaan Tuhan, karena tanpa pengetahuan
manusia tidak akan dapat mengenal Tuhannya dan rahasia keagungan Tuhannya pula.
Oleh karena itu, sangat pantas kalau kemudian nabi beberapa kali membebaskan
tawanan perang Badar dengan imbalan tawanan itu mau mengajari 10 orang baca
tulis.[5]
Nabi Muhammad membuat tradisi baru, yakni mencatat dan menulis.
Sahabat-sahabat nabi Muhammad yang pandai baca tulis diangkat menjadi juru
tulis untuk mencatat semua wahyu yang turun. Wahyu tersebut ditulis pada
benda-benda yang dapat ditulisi, seperti kulit, tulang, pelepah kurma dan
lain-lain. Selain catatan untuk nabi Muhammad, beberapa sahabat juga menulis
untuk didinya sendiri. Disamping itu, ada juga beberapa sahabat Nabi yang
mencatat Hadis-hadis dari nabi Muhammad. Dengan dorongan dan bimbingan dari
nabi Muhammad tersebut, maka tumbuhlah kegiatan-kegiatan dan tempat-tempat
untuk belajar membaca, menulis dan menghafal Al Qur’an. Mula-mula sebuah tempat
bernama Dar Al-Arqam, rumah sahabat nabi Muhammad yang bernama Arqam d luar
kota Mekah. Selain Al Qur’an Nabi juga mngajarkan tauhid, akhlaq, ibadah, kesehatan
dan lain sebagainya. Setelah nabi Muhammad hijrah ke Madinah, dibangun Kuttab
di emperan masjid Nabawi. Kuttab in berlajut dari generasi ke generasi,
sehingga pada abad ke-2 Hijriah hampir setiap desa di dunia Islam telah
memilikinya.[6]
Di Madinah materi pendidikan semakin berkembang yaitu dengan ditambahnya materi
pendidikan ukhuwah (persaudaraan) antar kaum muslimin, pendidikan kesejahteraan
sosial, pendidikan kesejahteraan keluarga.
1. Masa
Khulafaur Rasyidin (632 – 661 M)
Dalam waktu 23 tahun nabi Muhammad telah mampu merubah bangsa Arab
dari bangsa Jahiliyah menjadi bangsa yang berperadaban dengan jiwa Islami,
bersatu, berakhlak mulia, dan berpengetahuan. Sepeninggal nabi Muhammad,
Khulafa al Rasyidin menggantikan kedudukan nabi Muhammad secara umum tetap
dilanjutkan dan dikembangkan di zaman Khulafa Al Rasyidin ini, meskipun penuh
kehati-hatiandan sedikit disibukkan oleh pengembangan wilayah Islam. Khalifah
pertama yang menggantikan nabi Muhammad dalam memimpin umat Islam adalah Abu Bakar
As Siddiq (632-634 M) yang dalam pemerintahannya diguncang berbagai
pemberontakan oleh orang-orang murtad, orang-orang yang mengaku sebagai nabi
dan orang-orang yang enggan membayar zakat.[7]
Pola pendidikan pada masa Abu Bakar as Siddiq masih seperti pada
zaman nabi Muhammad, baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya. Dari
segi materi pendidikan Islam terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan,
akhlaq, ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya.[8]
a. Pendidikan
keimanan yaitu menanamkan bahwa satu-satunya yang wajib di sembah adalah Allah.
b. Pendidikan
akhlaq, seperti adab masuk rumah orang lain, sopan santun bertetangga, bergaul
dengan masyarakat, dan lain sebagainya. Pendidikan ibadah seperti pelaksanaan
shalat dan puasa.
c. Kesehatan
seperti tentang kebersihan, gerak-gerik dalam shalat merupakan didikan untuk
memperkuat jasmani dan rohani.
Tampuk kekhalifahan terus berganti, apalagi Abu Bakar as Siddiq
telah menyaksikan problematika yang timbul dikalangan kaum muslimin pasca
wafatnya nabi Muhammad terus meruncing. Berdasarkan pada fakta yang demikian
Abu Bakar As Siddiq menunjuk Umar bin Khaththab (634-644 M) sebagai
penggantinya yang bertujuan untuk mencegah supaya tidak terjadi perselisihan
dan perpecahan dikalangan umat Islam dan ternyata kebijakan Abu Bakar As Siddiq
diterima oleh kalangan masyarakat. Pada masa kekhalifahan Umar bin Khaththab
kondisi politik dalam keadaan stabil, usaha perluasan wilayah Islam memperoleh
hasil yang gemilang. Wilayah Islam pada saat itu meliputi semenanjung Arabia,
Palestina, Syiria, Irak, Persia, dan Mesir. [9]
Dilihat dari persepektif kurikulum, pada masa khalifah Umar bin
Khaththab, mata pelajaran yang diberikan adalah membaca dan menulis Al Qur’an
dan menghafalnya serta belajar pokok-pokok agama Islam. Pendidikan pada masa
Umar bin Khaththab ini lebih maju dibandingkan dengan masa sebelumnya. Pada
masa ini tuntutan untuk belajar bahasa Arab juga sudah mulai tampak, orang yang
baru masuk Islam dari daerah yang ditaklukkan harus belajar bahasa Arab, jika
ingin belajar dan memahami pengetahuan Islam. Oleh karena itu, pada masa
kekhalifahan Umar bin Khaththab sudah terdapat pengajran bahasa Arab.[10]
Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, pelaksanaan pendidikan Islam
tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan di masa ini hanya
melanjutkan apa yang telah ada, hanya sedikit terjadi perubahan yang mewarnai
pendidikan Islam. Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan nabi Muhammad
yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah di masa khalifah Umar bin
Khaththab, diberi kelonggaran untuk keluar dan menetap di daerah-daerah yang
mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar implikasinya bagi pelaksanaan
pendidikan di daerah-daerah lain.[11]
Walaupun perkembangan pendidikan di masa Utsman bin Affan stagnan
atau status quo, sebab perkembangannya sama dengan perkembangan
pendidikan pada masa sebelumnya, akan tetapi ada satu usaha yang cukup
cemerlang yang telah terjadi di masa kekhalifahan Utsman bi Affan ini yang
berpengaruh luar biasa bagi perkembangan pendidikan Islam selanjutnya, yaitu
pengkodifikasian tulisan ayat-ayat Al Qur’an yang berserakan. Usaha
pengkodifikasian Al Qur’an ini dilatarbelakangi oleh arus dialek pembacaan Al
Qur’an yang plural dan menimbulkan perselisihan antar umat Islam sendiri.[12]
Pada kepemimpinan Ali bin Abi Thalib ini umat Islam diguncang oleh
peperangan saudara yaitu peperangan Ali bin Abi Thalib dan Aisyah (Istri Nabi
Muhammad) beserta Talhah dan Abdullah bin Zubair karena kesalahpahaman dalam
menyikapi pembunuhan terhadap khalifah ketiga yaitu Utsman bin Affan.
Peperangan tersebut terkenal dengan istilah perang Jamal (unta) karena pada
waktu perang Aisyah mengendarai unta sebagai kendaraan perangnya. Setelah
berhasil mengatasi pemberontakan Aisyah, muncul juga pemberontakan yang lain,
sehingga masa kekuasaan khalifah Ali bin Abi Thalib tidak pernah mendapat
ketenangan dan kedamaian. Keadaan ini pun tidak akan mampu membentuk meliu yag
kondusif terhadap keberlangsungan pendidikan terlebih dalam pengembangan ilmu
pengetahuan. Dengan kericuhan politik pada masa Ali bin Abi Thalib berkuasa,
kegiatan pendidikan mendapat hambatan dan gangguan yang sangat tinggi.
Konsekuensi logisnya adalah pemerintahan Ali bin Abi Thalib tidak memfokuskan
kegiatan pemerintahannya pada peningkatan pendidikan secara akseleratif.[13]
2. Masa
Dinasti Umayah (611 – 750 M)
Kalau di masa Nabi dan Khalafa al Rasyidin perhatian ilmu lebih
terpusat pada memahami Al Qur’an dan Al Hadis, maka sesudah itu, sesuai, dengan
kebutuhan zaman, mulai tertuju pada ilmu-ilmu yang diwariskan oleh bangsa-bangsa
sebelum Islam. Seperti di kota-kota pusat kebudayaan misalnya, kemajuan sudah
terjadi sebelumnya oleh ilmuan-ilmuwan Yahudi, Nasrani, dan Zoroaster.
Ilmuawan-ilmuwan ini, setelah masuk Islam masih tetap memelihara ilmu-ilmu
peninggalan Yunani dan mendapat perlindungan. Bahkan, di antara mereka ada yang
mendapat jabatan tinggi di istana khalifah. Ada yang menjadi dokter pribadi,
bedaharawan atau wazir. Sehingga, kehadiran mereka mempengaruhi perkembangan
ilmu para pewaris tahta khalifah berikutnya, seperti Khalid bin Yazid, cucu
Muawiyah yang tertarik pada ilmu kimia dan ilmu kedokteran. Ia menyediakan
harta untuk menyuruh para sarjana Yunani yang bermukim di Mesir untuk
menerjemahkan buku-buku kimia dan kedokteran ke dalam bahasa Arab dan itu
menjadi terjemahan pertama dalam sejarah.[14]
3. Masa
Dinasti Abbasiyah (750 – 1250 M)
Dalam masa daulah Abbasiyah ini ada masa sepuluh khalifah pertama
yang merupakan masa kejayaan (keemasan) peradaban islam, dimana Baghdad
mengalami kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat. Secara politis, para khalifah
betul-betul merupakan tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan
agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat
tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat
dan ilmu pengetahuan dalam islam. Namun setelah periode ini berakhir,
pemerintahanan Abbasiyah mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat
dan ilmu pengetahuan terus berkembang.[15]
Gerakan membangun ilmu pengetahuan secara besar-besaran dirintis
oleh khalifah Ja’far Al Mansur. Setelah ia mendirikan kota Baghdad (144 H/ 762
M) dan menjadikannya sebagai ibukota negara. Ia banyak menarik ulama untuk
datang dan tinggal di Baghdad. Ia memberi rangsangan dalam pembukuan ilmu
agama, seperti fiqh, tafsir, tauhid, hadis atau ilmu lain seperti ilmu bahasa
dan sejarah. Akan tetapi yang lebih mendapat perhatian adalah penerjemahan buku
ilmu pengetahuan yang berasal dari luar.[16]
Pada masa sepuluh khalifah pertama itu, puncak pencapaian kemajuan
peradaban Islam terjadi pada masa pemerintahan Harun Al Rasyid (786-809 M).
Pada masa pemerintahannya dilakukan sebuah gerakan penerjemahan berbagai buku
Yunani dengan menggaji para penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama
lainnya yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah yag salah satu karya
besarnya adalah pembangunan Baitul Hikmah, sebagai pusat penerjemahan yang
berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Perpustakaan
pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, kerena di samping terdapat
kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan beridiskusi.[17]
Harun Al Rasyid juga menggunakan kekayaan yang banyak untuk
dimanfaatkan bagi keperluan sosial. Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan
farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang
dokter. Di samping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan,
sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta
kesusastraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam
menempatkan dirinya sebagai negara terkuat yang tak tertandingi.[18]
Pencapaian kemajuan dunia Islam pada bidang ilmu pengetahuan
tersebut tidak terlepas dari adanya sikap terbuka dari pemerintahan Islam pada
saat itu terhadap berbagai budaya dari bangsa-bangsa sebelumnya seperti Yunani,
Persia, India, dan yang lainnya. Gerakan penerjemahan dilakukan sejak khalifah
al Mansur hingga khalifah Harun Al Rasyid berimplikasi terhadap perkembangan
ilmu penegtahuan umum, terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat,
kimia, farmasi, biologi, fisika, dan sejarah.[19]
- Implikasi Al-Quran Terhadan
Pendidikan
Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, kurang lebih selama
23 tahun dalam dua fase, yaitu 13 tahun pada fase sebelum beliau hijrah ke
Madinah (Makiyyah), dan 10 tahun
pada fase sesudah beliau hijrah ke Madinah (Madaniyah). Keseluruhan isi
Al-Quran pada dasarnya mengandung pesan-pesan sebagai berikut:
1. Masalah
tauhid, termasuk di dalamnya segala kepercayaan terhadap hal yang ghaib.
2. Masalah
ibadah, yaitu kegiatan-kegiatan dan perbuatan-perbuatan yang mewujudkan dan
menghidupkan di dalam hati dan jiwa.
3. Masalah
janji dan ancaman, yaitu janji dengan balasan baik bagi mereka yang berbuat
baik dan ancaman atau siksa bagi mereka yang berbuat jahat.
4. Jalan
menuju kebahagiaan dunia dan akhirat, berupa ketentuan-ketentuan dan
aturan-aturan yang hendaknya dipenuhi agar dapat mencapai keridhaan Allah SWT.
Al-Quran
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, untuk disampaikan kepada umat manusia
memiliki sekian banyak fungsi, baik bagi Nabi Muhammad sendiri maupun bagi
kehidupan manusia seara keseluruhan. Di antara fungsi Al-Quran adalah sebagai
berikut:
1. Bukti
kerasulan Muhammad dan kebenaran ajarannya.
2. Petunjuk
akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia, yang tersimpul dalam
keimanan akan keesaan Allah dan kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan.
3. Petunjuk
mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan
susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara individual dan
kolektif.
4. Petujuk
syariat dan hukum dengan jalan meneragkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti
oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesama manusia. Dengan kata
lain Al-Quran adalah petunjuk bagi seluruh manusia ke jalan yang harus ditempuh
demi kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Misi islam memberikan rahmat kepada makhluk sekalian alam agar
mereka memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Ayat Al-Quran yang
menyatakan:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً
لِلْعَالَمِيْنَ
Mengandung pengertian tentang hakikat misi Islam tersebut. Sebagai
pembawa misi, Islam menunjukkan implikasi-implikasi kependidikan yang bergaya
imperatif, motivatif, dan persuasif. Sebagai sistem dan metode melaksanakan
misi suci kepada umat manusia Islam tidak memaksa untuk memeluknya, melainkan
secara wajar, yaitu proses kependidikan yang bertumpu pada kemampuan rohaniah
dan jasmaniah masing-masing individu manusia itu sendiri secara bertahap dan
berkesinambungan.[20]
Ada beberapa prinsip yang mendasari pandangan tersebut, yaitu
sebagai berikut:
1. Nilai-nilai
yang mendasari dan menjiwai tingkah laku manusia muslim, baru dapat terserap
bilamana ditumbuh kembangkan melalui proses pendidikan yang baik.
2. Tujuan
hidup manusia muslim untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat baru
benar-benar disadari dan dihayati bilamana dibina melalui proses pendidikan
yang berkesinambungan.
3. Posisi
dan fungsi manusia sebagai hamba Allah, baru dapat difahami dan dihayati
bilamana ditanamkan kesadaran tentang perlunya sikap orientasi berhubungan
dengan Tuhan, masyarakat, dan alam sekitarnya, serta dengan dirinya sendiri.
Pola hubungan tersebut bisa dikembangkan secara lebih baik bilamana diimbing
atau dirahkan melalui proses pendidikan.
4. Kelengkapan-
kelengkapan dasar yang diberikan dalam diri manusia berupa fitrah dan mawahib
(predisposisi) satu sama lain berbeda intensitas dan ekstensitasi
perkembangannya. Kelengkapan dasar tersebut tak mungkin dapat berkembang bila
tidak didukung melalui proses kependidikan secara optimal.
5. Secara
universal, membudayakan manusia melalui agama tanpa melalui proses pendidikan
akan sulit direalisasikan karena pendidikan adalah sarana pembudayaan manusia
melalui ilai-nilainya.[21]
Inilah esensi dari implikasi misi Islam yang menitik beratkan pada
proses kependidikan manusia dalam rangka konservasi dan transformasi serta internalisasi
nilai-nilai dalam kehidupan seperti yang dikehendaki oleh ajaran islam, agar
mereka tetap berada dalam Islam sampai meninggal dunia.[22]
Sebagai sumber pedoman bagi umat Islam, Al-Quran mengandung dan
membawakan nilai-nilai yang membudayakan manusia, hampir dua pertiga ayat-ayat
Al-Quran mengandung motovasi pendidikan bagi umat manusia.
Bila kita mengamati secara mendalam bagaimana Tuhan mendidik alam
ini, akan tampak oleh kita bahwa Allah sebagai Yang Maha Pendidik (murabby
al-a’dham) dengan kodrat dan iradat-Nya telah mempolakan suatu surprasistem
apapun. Sebagai maha pendidik menghadapi segala sesuatu yang menyangkut
kehidupan di alam ini berjalan dalam suatu sistem suatu proses kehidupan yang
terjadi secara alami. Hal demikian menjadi contoh bagi makhluk-Nya yang
berusaha mengembangkan kehidupan secara manusiawi dan alami sesuai dengan garis
(khittab) yang telah diletakkan Allah.
Sebagai misal, mengapa Allah yang Maha Kuasa itu secara langsung
menjadikan makhluk-Nya baik atau jahat, pandai atau bodoh, bahagia atau celaka,
sehat atau sakit (jasmaniah atau rohaniah), tumbuh dan berkembang atau lemah
dan punah sama sekali. Melainkan Allah menjadikannya melalui sistem berbagai
macam proses yang pada dasarnya terletak pada suatu mekanisme sebab dan akibat.
Seperti berbuat baik mengakibatkan Tuhan memberi pahala. Karena berbuat jahat
Tuhan membalas dengan siksaan. Karena beriman dan beramal shaleh, Tuhan memberi
pahala yang tidak putus-putusnya dan karena bersyukur terhadap nikmat Allah
maka Allah akan menambah nikmat-Nya.[23]
Itu semua membuktikan betapa Tuhan ingin menunjukkan segala sesuatu
yang hidup di alam ini tidak terjadi secara insidental, akan tetapi harus
melalui proses dalam suatu sistem yang bekerja secara mekanis yang dapat
dicontoh dan ditiru oleh hamba-Nya, khususnya manusia di dunia ini.
Bila manusia mengikuti dan berjalan menurut sistem tersebut maka
segala ikhtiar manusia akan berakhir pada tujuan yang di cita-citaan, hal ini
sesuai dengan apa yang difirmankan Allah sebagai berikut:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَمَاوَاتِ وَالأرْضِ
وَاخْتِلاَفِ اللَيلِ وَ النَّهَارِ لآيَات لأوْلِي الألباب
“sesungguhnya
di dalam kejadian langit dan bumi terhadap tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi
orang-orang yang berakal.” (QS. Ali Imran: 190).
الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللّهَ قِيَامًا وَ
قُعُوْدًا وَ عَلَي جُنُوْبِهِمْ وَ يَتَفَكَرُوْنَ فِيْ خَلْقِ السَمَاوَاتِ وَ
الأرْضِ ربنا ما خلقت هَذا بَاطلا َ سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّار
“mereka
itu mengingat Allah di saat berdiri dan duduk dan di waktu berbaring serta
memikir-mikir tentang kejadian langit dan bumi (seraya) mengucapkan: wahai
Tuhanku, kau tidak menciptakan ini semua dengan sia-sia, Maha suc Kau maka
jauhkanlah kami dari siksaan api neraka.” (QS. Ali Imran: 191).[24]
Dengan menelaah beberapa firman Tuhan di atas. Para ulama besar
dalam masalah pendidikan dan sebagainya, dapat diambil suatu petunjuk bahwa di
dalam gerakan semesta alam (macrocosmos) berlangsung suatu sistem dan
proses yang telah ditentukan Allah dengan beberapa asas yang saling berkaitan,
sebagi berikut:[25]
1. Asas
Menyeluruh (Holistik)
Yaitu asas yang menempatkan semua jenis ciptaan Allah di alam ini
tersusun dari bagian-bagian yang bermakna dalam suatu keseluruhan. Dengan
berpegang pada asas ini, dalam dunia kependidikan diperlukan suatu model sistem
yang menyeluruh baik dalam kelembagaan pendidikan yang berjenjang dan
bervariasi maupun dalam penerapan metode pendidikan sehingga dengan mengikutu
model suprasistem terlahirlah sistem “satu untuk semuanya” (one for all
system). Dalam metodologi pendidikan, “one for all system” merupakan
salah satu metode yang dipandang efektif terutama dalam mengajarkan bahasa
asing.
2. Asas
Kesatuan (Integralitas)
Asas yang memandang segala yang diciptakan Allah dalam kehidupan
alam ini, baik manusia maupun tumbuh-tumbuhan senantiasa berada dalam suatu
sistem integral di mana antara satu bagian dengan bagian lain saling
berhubungan yang bersifat menggerakkan dan saling memperkokoh sebagai satu
kesatuan hidup yang bermakna.
3. Asas
Perkembangan
Asas perkembangan yaitu suatu asas yang menetapkan pandangan bahwa
Allah dalam menciptakan alam dan isinya berproses menuju ke arah
kesempurnaannya, baik alam makro (alam raya) maupun alam mikro (alam manusia).
Sistem perkembangan berdasarkan asas ini tidak lain adalah suatu
sistem kehidupan yang berproses dari yang berkembang secara bertahap menuju ke
arah kehidupan yang semakin sempurna, yaitu suatu kehidupan yang berada pada
tingkat rohaniah atau metafisis di alam ukhrawi. Proses demikian berlangsung
secara konsisten dalam hukum-hukum mekanisme Tuhan yang kita kena dengan istilah
sunatullah.[26]
Suatu sistem yang berasaskan perkembangan tersebut telah dijadikan
standar sistem kehidupan manusia dalam berbagai bidang keilmuan, seperti
teknologi mesin-mesin, organisasi, administrasi, sistem komunikasi, sistem
bernegara, dan berpemerintaha, dan sebagainya.
Misalnya dalam sistem administrasi kependidikan dibentuk suatu
sistem kelembagaan kependidikan yang berjenjang dar tingkat pradasar, dasar,
menengan, dan perguruan tinggi yang menggambarkan proses perkembangan kemampuan
manusia berjalan secra bertahap.
Oleh karena itu, asas tersebut akan dapat memberikan jangkauan
berfikir yang jauh ke depan dalam konseptualisasi kependidikan manusia. Dan
asas tersebut menjadi tumpuan pemikiran kependidikan Islam yang mampu
menciptakan konsep-konsep, bersifat lentur dalam struktur keorgansasian
kelembagaan pendidikan dalam masyarakat menurut tempat dan waktu serta
jangkauan yang bertahap sesuai kebutuhan.[27]
D. Strategi Pendidikan Agama Islam
Dalam proses pendidikan diperlukan suatu
perhitungan tetrang kondisi dan situasi diana proses tersebut berlangsung dalam
jangka panjang. Dengan perhitungan tersebut,maka proses pendidikan islam akan
lebih terarah kepada tujuan yang hendak dicapai, karena segala sesuatunya sudah
direncanakan secara matang.
Itulah sebabnya pendidikan memerlukan strategi
yang menyangkut pada masalah bagaimana melaksanakan proses pendidikan dengan
melihat situasi dan kondisi yang ada, dam juga bagaimana agar dalam proses
tersebut tidak terdapat hambatan serta gangguan baik dari internal maupun
eksternal yang menyangkut kelembagaan atau lingkungan sekitarnya.
Strategi biasanya berkaitan dengan taktik yang
dikenal di lingkungan militer. Taktik adalah segala cara dan daya untuk
menghadapi sasaran tertentu kondisi tertentu agar memperoleh hasil yang
diharapkan secara maksima. Dalam proses pendidikan taktik tidak lazim
digunakan, akan tetapi depergunakan istilah metode atau teknik.Metode dan teknik mempunyai pengertian yang berbeda meskipun tujuannya sama.
Metode adalah jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan. Sedangkan teknik
adalah cara mengerjakan sesuatu. Jadi metode mempunyai pengertian yang lebih
luas dan lebih ideal serta konsensional.
Namun demikian strategi yang baik adalah bila
dapat melahirkan metode yang baik pula, sebab metode adalah merupakan suatu
cara pelaksanaan strategi.[28]
Strategi pendidikan pada hakekatnya adalah
pengetahuan atau seni mendayagunakan semua faktor/kekuatan untuk mengamankan
sasaran pendidikan yang hendak dicapai melalui perencanaan dan pengarahan dalam
operasinalisasi sesuai situasi dan kondisi lapangan yang ada. Termasuk pula
perhitungan tentang hambatan-hambatannya baik berupa fisik maupun yang bersifat
nonfisik (sepert mental spiritual dan moral baik dar subjek maupun lingkungan
sekitar). Strategi pendidikan dapat diartikan sebagai kebijakan dan metode umum
pelaku proses kependidikan.[29]
Dengan demkian strategi
penddikan islam adalah seperti yang ditunjukan dalam firman-Nya antara lain:[30]
Æ÷tGö/$#ur !$yJ‹Ïù š9t?#uä ª!$# u‘#¤$!$# notÅzFy$# ( Ÿwur š[Ys? y7t7ŠÅÁtR šÆÏB $u‹÷R‘‰9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJŸ2 z`|¡ômr& ª!$# šø‹s9Î) ( Ÿwur Æ÷ö7s? yŠ$|¡xÿø9$# ’Îû ÇÚö‘F{$# ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä† tûïωšøÿßJø9$# ÇÐÐÈ
Dan carilah pada apa yang
telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan. (Al Qashash : 77)
$pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? †Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râ“à±S$# (#râ“à±S$$sù Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_u‘yŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ
Hai orang-orang beriman
apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis",
Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (Al
Mujaadalah: 11)
uqèd “Ï%©!$# y]yèt/ ’Îû z`¿Íh‹ÏiBW{$# Zwqß™u‘ öNåk÷]ÏiB (#qè=÷Ftƒ öNÍköŽn=tã ¾ÏmÏG»tƒ#uä öNÍkŽÏj.t“ãƒur ãNßgßJÏk=yèãƒur |=»tGÅ3ø9$# spyJõ3Ïtø:$#ur bÎ)ur (#qçR%x. `ÏB ã@ö6s% ’Å"s9 9@»n=|Ê &ûüÎ7•B ÇËÈ
Dia-lah yang mengutus kepada
kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan
ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan
Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan
yang nyata, (Al
Jumu’ah : 2)
Dan ayat lainnya adalah
tentang pentingnya pembinaan akhlak sesuai contoh tingkah laku nabi sendiri
sebagai berikut:
y7¯RÎ)ur 4’n?yès9 @,è=äz 5OŠÏàtã ÇÍÈ
Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi
pekerti yang agung.(al Qalam: 4)
Kemudian pekerjaan mendidik
sangat membutuhkan landasan mental spiritual terutama yang memberikan optimesme
dan sikap mendidik maka Allah memberikan petunjuk bahwa manusia pun mempunyai
kemampuan untuk menunjukan orang lain ke arah jalan yang lurus[31]
y7Ï9ºx‹x.ur !$uZø‹ym÷rr& y7ø‹s9Î) %[nrâ‘ ô`ÏiB $tRÌøBr& 4 $tB |MZä. “Í‘ô‰s? $tB Ü=»tGÅ3ø9$# Ÿwur ß`»yJƒM}$# `Å3»s9ur çm»oYù=yèy_ #Y‘qçR “ωök¨X ¾ÏmÎ/ `tB âä!$t±®S ô`ÏB $tRÏŠ$t6Ïã 4 y7¯RÎ)ur ü“ωöktJs9 4’n<Î) :ÞºuŽÅÀ 5OŠÉ)tGó¡•B ÇÎËÈ
Dan Demikianlah Kami wahyukan
kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah
mengetahui Apakah Al kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui Apakah iman
itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan Dia siapa
yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan Sesungguhnya kamu benar-
benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (Asy Syuura: 52)
Secara singkat karakteristik
pendidikan islam, diantaranya adalah, penekanan pencarian ilmu pengetahuan,
penguasaan, dan pengembangan atas dasar ibadah kepada Allah SWT. Setiap muslim
diwajibkan mencari ilmu pengetahuan untuk dipahami secara mendalam, selanjutnya
dikembangankan dalam ibadah guna kemaslahatan umat manusia. Pencarian,
penguasaan, dan pengembangan ilmu pengetahuan ini merupakan suatu proses yang
berkesinambungan dan berlangsung seumur hidup serta sangat menekankan pada
nilai-nilai akhlak. Dalam konteks ini, kejujuran, sikap tawadlu’, menghormati
sumber pengetahuan, dan sebagainya, merupakan prinsip-prinsip penting yang
harus dipegangi oleh pencari ilmu.[32]
Pengakuan akan potensi dan
kemampuan seseorang berkembang dalam suatu kepribadian. Setiap pencari ilmu
dipandang sebagai makhluk Tuhan yang perlu dihormati dan disantuni,
agarpotensi-potensi yang dimilikinya dapat teraktualisasikan dengan baik.
Pengamalan ilmu pengetahuan
atas dasar tanggung jawab kepada Tuhan dan masyarakat. Ilmu pengetahuan bukan
hanya untuk diketahui dan dikembangkan, melainkan dipraktekkan dalam kehidupan.
Dengan demikian, terdapat konsistensi antara sesuatu yang diketahui dengan
pengamalannya dalam kehidupan sehari-hariyang bermanfaat bagi dirinya dan
masyarakat.[33]
Dalam menentukan strategi
pendidikan atau metode pengajaran, agar tujuan pendidikan islam dapat tercapai
semaksimal mungkin, maka dalam prosesnya
harus memperhatikan lima faktor pendidikan :[34]
1. Faktor
tujuan dan bahan pelajaran
Setiap proses pendidikan menargetkan tujuan
tertentu, seperti tujuan yang bersifat kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Perbedaan tujuan ini menghendaki adanya perbedaan metode yang digunakan. Islam
memberikan panduan dan arah tetanng cara menggunakan metode dengan
memperhatikan tujuan dan alat, dengan jiwa ajaran dan akhlak Islam yang mulia.
Pendidik muslim mengambil tujuan-tujuan, metode, prinsip, dan alat-alatnya dari
akhlak Islam. Ia berusaha melaksanakannya dalam suasana keislaman yang
sempurna.
2.
Faktor peserta didik
Setiap peerta didik memiliki latar belakang
kecerdasan, bakat, minat, hobi, dan kecenderungan yang berbeda. Demikian pula
perbedaan tingkat usia peserta didik menyebabkan terjadinya perbedaan sikap
kejiwaan. Latar belakang keadaan peserta didik yang demikian harus
dipertimbangkandalam memmilih metode pengajaran.
3.
Faktor lingkungan
Perbedaan lingkungan harus pula menjadi
pertimbangan dalam menetapkan metode pengajaran. Lingkungan di rumah, sekolah,
masyarakat, perpustakaan, laboraturium, dan sebagainya berbeda-beda. Hal ini
menghendaki adanya perbedaan dalam menggunakan metode pengajaran.
4.
Faktor alat dan sumber belajar
Alat belajar dengan berbagai macamnya dan juga
bahan belajar yang tersedia dengan berbagai macamnya, harus jadi pertimbangan
dalam menetapkan metode pengajaran. Hal ini perlu dilakukan, karena setiap
metode menghendaki alat dan sumber yang berbeda-beda. Alat dan sumber belajar
uantuk metode ceramah misalnya,berbeda dengan alat dan sumber belajar untuk
metode simulasi, ekperimen, dan sebagainya.
5.
Faktor kesiapan guru
Penggunaan setiap metode menuntut wawasan,
keterampilan dan pengalaman guru yang akan menerapkannya. Seorang guru yang
tidak memiliki wawasan, pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan metode
simulasi misalnya, sebaiknya jangan melakukan metode tersebut, karena tidak
akan berjalan sebagaimana yang diharapkan.
BAB III
KESIMPULAN
Ø Sejarah pendidikan
Islam adalah Keterangan mengenai pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam
dari waktu ke waktu yang lain, sejak zaman lahirnya Islam sampai dengan masa
sekarang.
Ø Perkembangan
dan pertumbuhan pendidikan Islam tidak lepas dari sejarah Islam itu sendiri,
yaitu terbagi dalam 4 masa, antara lain masa nabi Muhammad atau masa pembinaan,
masa Khulaf al Rasyidin, masa Dinasti Umayah, masa Dinasti Abbasiyah.
Ø Esensi
dari implikasi Al Qur’an adalah menitik beratkan pada proses kependidikan
manusia dalam rangka konservasi dan transformasi serta internalisasi
nilai-nilai dalam kehidupan seperti yang dikehendaki oleh ajaran islam, agar
mereka tetap berada dalam Islam sampai meninggal dunia.
Ø Strategi
pendidikan pada hakekatnya adalah pengetahuan atau seni mendayagunakan semua
faktor/kekuatan untuk mengamankan sasaran pendidikan yang hendak dicapai
melalui perencanaan dan pengarahan dalam operasinalisasi sesuai situasi dan
kondisi lapangan yang ada. Termasuk pula perhitungan tentang
hambatan-hambatannya baik berupa fisik maupun yang bersifat nonfisik (sepert
mental spiritual dan moral baik dar subjek maupun lingkungan sekitar). Strategi
pendidikan dapat diartikan sebagai kebijakan dan metode umum pelaku proses
kependidikan
Daftar Pustaka
Nata, Abuddin. 2009. Persepektif
Islam Tentang Strategi Pembelajaran , Jakarta: Kencana.
Basuki dan Ulum, M. Miftahul. 2007. Pengantar Ilmu
Pendidikan Islam, Ponorogo: STAIN Po Press.
Arifin, H.M.. 2003. Ilmu
Pendidikan Islam, Tinjauan teoritis dan praktis berdasarkan pendekatan
indisipliner, Jakarta: Bumi Aksara.
Ramayulis. 2002. Ilmu
Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia.
Baharuddin ,dkk. 2011. Dikotomi Pendidikan Islam, Bandung:
Remaja Rosdakarya.
[1]
Zuhairini,dkk, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), 1
[2] Ibid., 2
[3]
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), 13
[4] Zuhairini,dkk,
Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), 7
[5]
Baharuddin,dkk, Dikotomi Pendidikan Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2011), 131-132
[6] Ibid.,
133
[7] Ibid.,
135-136
[8] Ibid.,
136
[9] Ibid.,
136
[10] Ibid.,138
[11] Ibid.,
140
[12] Ibid.,
[13] Ibid.,
141
[14] Ibid.,
144
[15] Ibid.,
154
[16] Ibid.,
[17] Ibid.,
154
[18] Ibid.,
[19] Ibid.,
155
[20] H.M.
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan teoritis dan praktis berdasarkan
pendekatan indisipliner (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), 32
[21] Ibid.,
32-33
[22] Ibid.,
33
[23] Ibid.,
33
[24] Ibid.,
34
[25] Ibid.,
35
[26] Ibid.,
35-36
[27] Ibid., 36
[28] Ibid.,
39
[29] Ibid.,
39-40
[30] Ibid.,
40
[31] Ibid.,
41
[32] Basuki
dan M. Miftahul Ulum, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam (Ponorogo: STAIN
Po Press, 2007), 13
[33] Ibid.,
14
[34] Abuddin
Nata, Persepektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran (Jakarta: Kencana,
2009), 199-202
Tidak ada komentar:
Posting Komentar