Senin, 22 Februari 2016

KONSEP DASAR SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM

KONSEP DASAR SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
Makalah ini disusun untuk salah satu tugas pada mata kuliah
Ilmu Pendidikan Islam


Disusun oleh :
1.      Fatim Lathifah                             (210314024)
2.      Muhammad Irfan Azzis             (210314009)
3.      Yusuf Eko Dariyanto                  (210314034)
Dosen Pengampu :
Anas Ma’ruf, M. Pd. I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
 (STAIN) PONOROGO
2016


Daftar Isi
Daftar Isi ..................................................................................................................1
Bab I : Pendahuluan ................................................................................................2
A.    Latar Belakang Masalah ..............................................................................2
B.     Rumusan Masalah .......................................................................................3
Bab II : Pembahasan ................................................................................................4
A.    Sejarah Pendidikan Islam ............................................................................4
B.     Perkembangan dan Pertumbuhan Pendidikan Islam ...................................6
C.     Implikasi Al Qur’an Terhadap Pendidikan ...............................................12
D.    Strategi Pendidikan Islam .........................................................................18
Bab III : Kesimpulan .............................................................................................25
Daftar Pustaka .......................................................................................................25
BAB I
Pendahuluan
A.    Latar Belakang Masalah
Secara umum sejarah mengandung kegunaan yang sangat besar bagi kehidupan manusia. Karena sejarah menyimpan atau mengandung kekuatan yang dapat menimbulkan dinamisme dan melahirkan nilai-nilai baru bagi pertumbuhan dan perkembangan kehidupan umat manusia. Sumber utama ajaran islam (Al-Qur’an) mengandung cukup banyak nilai-nilai kesejahteraan, yang langsung atau tidak langsung mengandung makna yang besar, pelajaran yang sangat tinggi dan pempinan utama bagi umat islam, khususnya bagi umat Islam. Maka tarih dan ilmu tarih (sejarah) dalam islam menduduki arti peting dan mempunyai kegunaan dalam kajian islam. Oleh sebab itu kegunaan sejarah pendidikan islam meliputi dua aspek, yaiu kegunaan yang bersifat umum dan kegunaan yang bersifat akademis.
Yang besifat umum, sejarah pendidikan islam mempunyai kegunaan sebagai faktor keteladanan. Hal ini sejalan dengan makna yang tersurat dan tersirat dalam firman Allah
ö@è% bÎ) óOçFZä. tbq7Åsè? ©!$# ÏRqãèÎ7¨?$$sù ãNä3ö7Î6ósムª!$# öÏÿøótƒur ö/ä3s9 ö/ä3t/qçRèŒ 3 ª!$#ur Öqàÿxî ÒOÏm§ ÇÌÊÈ  
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Yang bersifat akademis, kegunaan sejarah pendidikan Islam selain memberi perbendaharaan perkembangan ilmu pengetahuan (teori dan praktek), juga untuk menumbuhkan persepektif baru dalam rangka mencari relevansi pendidikan Islam terhadap segala bentuk perubahan dan perkembangan ilmu tehnologi.
Selain itu sejarah pendidikan islam akan mempunyai kegunaan dalam rangka pembangunan dan pengembangan pendidikan islam. Dalam hal ini, sejarah pendidikan islam akan memberikan arah kemajuan yang pernah dialami dan dinamismenya sehingga pembangunan dan pengembangan itu tetap dalam kerangka pandangan yang utuh dan mendasar.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Sejarah Pendidikan Islam?
2.      Bagaimana Pertumbuhan dan Perkembangan Islam?
3.      Bagaimana Implikasi Al Qur’an Terhadap Pendidikan?
4.      Bagaimana Strategi Pendidikan Islam?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sejarah Pendidikan Islam
Kata sejarah dalam bahasa Arab disebut tarih, yang menurut bahasa berarti ketentuan masa. Sedang menurut istilah berarti keterangan yang telah terjadi dikalangannya pada masa yang telah lampau atau pada masa yang masih ada. Kemudian yang dimaksud dengan ilmu tarih, ialah suatu pengetahuan yang gunanya untik mengetahui keadaan-keadaan atau kejadian-kejadian yang telah lampau maupun yang sedang terjadi dikalangan umat.[1]
            Dalam bahasa Inggris sejarah disebut history, yang berarti pengalaman masa lampau daripada umat manusia. Pengertian selanjutnya memberikan makna sejarah sebagai catatan yang berhubungan dengan kejadian-kejadian masa silam yang diabadiakan dalam laporan-laporan tertulis dan dalam ruang lingkup yang luas. Kemudian sebagai cabang ilmu pengetahuan sejarah mengungkapkan peristiwa-peristiwa masa silam, baik peristiwa sosial, politik, ekonomi, maupun agama dan budaya dari suatu bangsa, negara atau dunia.
Pokok persoalan sejarah senantiasa akan sarat dengan pengalaman-pangalaman penting yang menyangkut perkembangan keseluruhan keadaan masyarakat. Oleh sebab itu, menurut Sayid Quthub, sejarah bukanlah peristiwa-peristiwa, melainkan tafsiran peristiwa-peristiwa itu, dan pengertian mengenai hubungan-hubungan nyata dan tidak nyata, yang menjalin seluruh bagian serta memberinya dinamisme dalam waktu dan tempat.[2]
Dalam bahasa Indonesia istilah pendidikan berasal dari kata “didik” dengan memberinya awalan “pe” dan akhiran “an”, mengandung arti “perbuatan” (hal, cara dan sebagainya). Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu “paedagogic”, yang berarti bimibingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan “education” yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa Arab istilah ini sering diterjemahkan dengan “tarbiyah” yang berarti pendidikan.
Dalam perkembangannya istilah pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Dalam perkembangan selanjutnya, pendidikan berarti usaha yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. Di dalam Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pemebelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan demikian pendidikan berarti, segala usaha orang dewasa  dalam pergaulan dengan peserta didik untuk memimpin perkembangan potensi jasmani dan rohaninya ke arah kesempurnaan.[3]
            Berangkat dari pengertian sejarah sebagaimana yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan pengertian tentang sejarah pendidikan islam sebagai berikut:
1.      Keterangan mengenai pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam dari waktu ke waktu yang lain, sejak zaman lahirnya Islam sampai dengan masa sekarang.
2.      Cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam baik dari segi ide dan konsepsi maupun segi intitusi dan operasionalisasi sejak zaman nabi Muhammad sampai sekarang.
B.     Perkembangan dan Pertumbuhan Pendidikan Islam
Sejarah pendidikan islam pada hakikatnya tidak terlepas dari sejarah islam.[4] Oleh sebab itu perjalanan sejarah pendidikan islam sejalan dengan sejarah islam itu sendiri. Pendidikan berperan besar terhadap terciptanya masa keemasan islam. Bukan rahasia lagi jika karena pendidikanlah islam bisa berkembang pesat.
Dalam sejarahnya islam terbagi ke dalam periode-periode. Dalam periode-periode itu pendidikan juga berkembang, dan perkembangannya tergantung kebijakan penguasa pada setiap periode.
1.      Masa Nabi Muhammad (610 – 632 M)
Wahyu pertama yang diterima nabi Muhammad berbunyi “Iqra’” yang artinya “Bacalah”. Firman Allah ini pada hakikatnya adalah pencanangan terhadap konsep pemberantasan buta huruf, karena membaca adalah langkah awal yang dapat membebaskan umat manusia dari ketidaktahuan. Membaca dan memahami adalah pintu gerbang untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Pada kerangka ini wahyu pertama tersebut mengandung perintah untuk membaca dan mencari ilmu pengetahuan tentang rahasia-rahasia dan sifat-sifat kekuasaan Tuhan, karena tanpa pengetahuan manusia tidak akan dapat mengenal Tuhannya dan rahasia keagungan Tuhannya pula. Oleh karena itu, sangat pantas kalau kemudian nabi beberapa kali membebaskan tawanan perang Badar dengan imbalan tawanan itu mau mengajari 10 orang baca tulis.[5]
Nabi Muhammad membuat tradisi baru, yakni mencatat dan menulis. Sahabat-sahabat nabi Muhammad yang pandai baca tulis diangkat menjadi juru tulis untuk mencatat semua wahyu yang turun. Wahyu tersebut ditulis pada benda-benda yang dapat ditulisi, seperti kulit, tulang, pelepah kurma dan lain-lain. Selain catatan untuk nabi Muhammad, beberapa sahabat juga menulis untuk didinya sendiri. Disamping itu, ada juga beberapa sahabat Nabi yang mencatat Hadis-hadis dari nabi Muhammad. Dengan dorongan dan bimbingan dari nabi Muhammad tersebut, maka tumbuhlah kegiatan-kegiatan dan tempat-tempat untuk belajar membaca, menulis dan menghafal Al Qur’an. Mula-mula sebuah tempat bernama Dar Al-Arqam, rumah sahabat nabi Muhammad yang bernama Arqam d luar kota Mekah. Selain Al Qur’an Nabi juga mngajarkan tauhid, akhlaq, ibadah, kesehatan dan lain sebagainya. Setelah nabi Muhammad hijrah ke Madinah, dibangun Kuttab di emperan masjid Nabawi. Kuttab in berlajut dari generasi ke generasi, sehingga pada abad ke-2 Hijriah hampir setiap desa di dunia Islam telah memilikinya.[6] Di Madinah materi pendidikan semakin berkembang yaitu dengan ditambahnya materi pendidikan ukhuwah (persaudaraan) antar kaum muslimin, pendidikan kesejahteraan sosial, pendidikan kesejahteraan keluarga.
1.      Masa Khulafaur Rasyidin (632 – 661 M)
Dalam waktu 23 tahun nabi Muhammad telah mampu merubah bangsa Arab dari bangsa Jahiliyah menjadi bangsa yang berperadaban dengan jiwa Islami, bersatu, berakhlak mulia, dan berpengetahuan. Sepeninggal nabi Muhammad, Khulafa al Rasyidin menggantikan kedudukan nabi Muhammad secara umum tetap dilanjutkan dan dikembangkan di zaman Khulafa Al Rasyidin ini, meskipun penuh kehati-hatiandan sedikit disibukkan oleh pengembangan wilayah Islam. Khalifah pertama yang menggantikan nabi Muhammad dalam memimpin umat Islam adalah Abu Bakar As Siddiq (632-634 M) yang dalam pemerintahannya diguncang berbagai pemberontakan oleh orang-orang murtad, orang-orang yang mengaku sebagai nabi dan orang-orang yang enggan membayar zakat.[7]
Pola pendidikan pada masa Abu Bakar as Siddiq masih seperti pada zaman nabi Muhammad, baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya. Dari segi materi pendidikan Islam terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlaq, ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya.[8]
a.       Pendidikan keimanan yaitu menanamkan bahwa satu-satunya yang wajib di sembah adalah Allah.
b.      Pendidikan akhlaq, seperti adab masuk rumah orang lain, sopan santun bertetangga, bergaul dengan masyarakat, dan lain sebagainya. Pendidikan ibadah seperti pelaksanaan shalat dan puasa.
c.       Kesehatan seperti tentang kebersihan, gerak-gerik dalam shalat merupakan didikan untuk memperkuat jasmani dan rohani.
Tampuk kekhalifahan terus berganti, apalagi Abu Bakar as Siddiq telah menyaksikan problematika yang timbul dikalangan kaum muslimin pasca wafatnya nabi Muhammad terus meruncing. Berdasarkan pada fakta yang demikian Abu Bakar As Siddiq menunjuk Umar bin Khaththab (634-644 M) sebagai penggantinya yang bertujuan untuk mencegah supaya tidak terjadi perselisihan dan perpecahan dikalangan umat Islam dan ternyata kebijakan Abu Bakar As Siddiq diterima oleh kalangan masyarakat. Pada masa kekhalifahan Umar bin Khaththab kondisi politik dalam keadaan stabil, usaha perluasan wilayah Islam memperoleh hasil yang gemilang. Wilayah Islam pada saat itu meliputi semenanjung Arabia, Palestina, Syiria, Irak, Persia, dan Mesir. [9]
Dilihat dari persepektif kurikulum, pada masa khalifah Umar bin Khaththab, mata pelajaran yang diberikan adalah membaca dan menulis Al Qur’an dan menghafalnya serta belajar pokok-pokok agama Islam. Pendidikan pada masa Umar bin Khaththab ini lebih maju dibandingkan dengan masa sebelumnya. Pada masa ini tuntutan untuk belajar bahasa Arab juga sudah mulai tampak, orang yang baru masuk Islam dari daerah yang ditaklukkan harus belajar bahasa Arab, jika ingin belajar dan memahami pengetahuan Islam. Oleh karena itu, pada masa kekhalifahan Umar bin Khaththab sudah terdapat pengajran bahasa Arab.[10]
Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, pelaksanaan pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan di masa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada, hanya sedikit terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan Islam. Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan nabi Muhammad yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah di masa khalifah Umar bin Khaththab, diberi kelonggaran untuk keluar dan menetap di daerah-daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar implikasinya bagi pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah lain.[11]
Walaupun perkembangan pendidikan di masa Utsman bin Affan stagnan atau status quo, sebab perkembangannya sama dengan perkembangan pendidikan pada masa sebelumnya, akan tetapi ada satu usaha yang cukup cemerlang yang telah terjadi di masa kekhalifahan Utsman bi Affan ini yang berpengaruh luar biasa bagi perkembangan pendidikan Islam selanjutnya, yaitu pengkodifikasian tulisan ayat-ayat Al Qur’an yang berserakan. Usaha pengkodifikasian Al Qur’an ini dilatarbelakangi oleh arus dialek pembacaan Al Qur’an yang plural dan menimbulkan perselisihan antar umat Islam sendiri.[12]
Pada kepemimpinan Ali bin Abi Thalib ini umat Islam diguncang oleh peperangan saudara yaitu peperangan Ali bin Abi Thalib dan Aisyah (Istri Nabi Muhammad) beserta Talhah dan Abdullah bin Zubair karena kesalahpahaman dalam menyikapi pembunuhan terhadap khalifah ketiga yaitu Utsman bin Affan. Peperangan tersebut terkenal dengan istilah perang Jamal (unta) karena pada waktu perang Aisyah mengendarai unta sebagai kendaraan perangnya. Setelah berhasil mengatasi pemberontakan Aisyah, muncul juga pemberontakan yang lain, sehingga masa kekuasaan khalifah Ali bin Abi Thalib tidak pernah mendapat ketenangan dan kedamaian. Keadaan ini pun tidak akan mampu membentuk meliu yag kondusif terhadap keberlangsungan pendidikan terlebih dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Dengan kericuhan politik pada masa Ali bin Abi Thalib berkuasa, kegiatan pendidikan mendapat hambatan dan gangguan yang sangat tinggi. Konsekuensi logisnya adalah pemerintahan Ali bin Abi Thalib tidak memfokuskan kegiatan pemerintahannya pada peningkatan pendidikan secara akseleratif.[13]
2.      Masa Dinasti Umayah (611 – 750 M)
Kalau di masa Nabi dan Khalafa al Rasyidin perhatian ilmu lebih terpusat pada memahami Al Qur’an dan Al Hadis, maka sesudah itu, sesuai, dengan kebutuhan zaman, mulai tertuju pada ilmu-ilmu yang diwariskan oleh bangsa-bangsa sebelum Islam. Seperti di kota-kota pusat kebudayaan misalnya, kemajuan sudah terjadi sebelumnya oleh ilmuan-ilmuwan Yahudi, Nasrani, dan Zoroaster. Ilmuawan-ilmuwan ini, setelah masuk Islam masih tetap memelihara ilmu-ilmu peninggalan Yunani dan mendapat perlindungan. Bahkan, di antara mereka ada yang mendapat jabatan tinggi di istana khalifah. Ada yang menjadi dokter pribadi, bedaharawan atau wazir. Sehingga, kehadiran mereka mempengaruhi perkembangan ilmu para pewaris tahta khalifah berikutnya, seperti Khalid bin Yazid, cucu Muawiyah yang tertarik pada ilmu kimia dan ilmu kedokteran. Ia menyediakan harta untuk menyuruh para sarjana Yunani yang bermukim di Mesir untuk menerjemahkan buku-buku kimia dan kedokteran ke dalam bahasa Arab dan itu menjadi terjemahan pertama dalam sejarah.[14]
3.      Masa Dinasti Abbasiyah (750 – 1250 M)
Dalam masa daulah Abbasiyah ini ada masa sepuluh khalifah pertama yang merupakan masa kejayaan (keemasan) peradaban islam, dimana Baghdad mengalami kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat. Secara politis, para khalifah betul-betul merupakan tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam islam. Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahanan Abbasiyah mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.[15]
Gerakan membangun ilmu pengetahuan secara besar-besaran dirintis oleh khalifah Ja’far Al Mansur. Setelah ia mendirikan kota Baghdad (144 H/ 762 M) dan menjadikannya sebagai ibukota negara. Ia banyak menarik ulama untuk datang dan tinggal di Baghdad. Ia memberi rangsangan dalam pembukuan ilmu agama, seperti fiqh, tafsir, tauhid, hadis atau ilmu lain seperti ilmu bahasa dan sejarah. Akan tetapi yang lebih mendapat perhatian adalah penerjemahan buku ilmu pengetahuan yang berasal dari luar.[16]
Pada masa sepuluh khalifah pertama itu, puncak pencapaian kemajuan peradaban Islam terjadi pada masa pemerintahan Harun Al Rasyid (786-809 M). Pada masa pemerintahannya dilakukan sebuah gerakan penerjemahan berbagai buku Yunani dengan menggaji para penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lainnya yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah yag salah satu karya besarnya adalah pembangunan Baitul Hikmah, sebagai pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, kerena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan beridiskusi.[17]
Harun Al Rasyid juga menggunakan kekayaan yang banyak untuk dimanfaatkan bagi keperluan sosial. Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Di samping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat yang tak tertandingi.[18]
Pencapaian kemajuan dunia Islam pada bidang ilmu pengetahuan tersebut tidak terlepas dari adanya sikap terbuka dari pemerintahan Islam pada saat itu terhadap berbagai budaya dari bangsa-bangsa sebelumnya seperti Yunani, Persia, India, dan yang lainnya. Gerakan penerjemahan dilakukan sejak khalifah al Mansur hingga khalifah Harun Al Rasyid berimplikasi terhadap perkembangan ilmu penegtahuan umum, terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia, farmasi, biologi, fisika, dan sejarah.[19]
  1. Implikasi Al-Quran Terhadan Pendidikan
Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, kurang lebih selama 23 tahun dalam dua fase, yaitu 13 tahun pada fase sebelum beliau hijrah ke Madinah  (Makiyyah), dan 10 tahun pada fase sesudah beliau hijrah ke Madinah (Madaniyah). Keseluruhan isi Al-Quran pada dasarnya mengandung pesan-pesan sebagai berikut:
1.    Masalah tauhid, termasuk di dalamnya segala kepercayaan terhadap hal yang ghaib.
2.    Masalah ibadah, yaitu kegiatan-kegiatan dan perbuatan-perbuatan yang mewujudkan dan menghidupkan di dalam hati dan jiwa.
3.    Masalah janji dan ancaman, yaitu janji dengan balasan baik bagi mereka yang berbuat baik dan ancaman atau siksa bagi mereka yang berbuat jahat.
4.    Jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat, berupa ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan yang hendaknya dipenuhi agar dapat mencapai keridhaan Allah SWT.
Al-Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, untuk disampaikan kepada umat manusia memiliki sekian banyak fungsi, baik bagi Nabi Muhammad sendiri maupun bagi kehidupan manusia seara keseluruhan. Di antara fungsi Al-Quran adalah sebagai berikut:
1.      Bukti kerasulan Muhammad dan kebenaran ajarannya.
2.      Petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia, yang tersimpul dalam keimanan akan keesaan Allah dan kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan.
3.      Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara individual dan kolektif.
4.      Petujuk syariat dan hukum dengan jalan meneragkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesama manusia. Dengan kata lain Al-Quran adalah petunjuk bagi seluruh manusia ke jalan yang harus ditempuh demi kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Misi islam memberikan rahmat kepada makhluk sekalian alam agar mereka memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Ayat Al-Quran yang menyatakan:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ
Mengandung pengertian tentang hakikat misi Islam tersebut. Sebagai pembawa misi, Islam menunjukkan implikasi-implikasi kependidikan yang bergaya imperatif, motivatif, dan persuasif. Sebagai sistem dan metode melaksanakan misi suci kepada umat manusia Islam tidak memaksa untuk memeluknya, melainkan secara wajar, yaitu proses kependidikan yang bertumpu pada kemampuan rohaniah dan jasmaniah masing-masing individu manusia itu sendiri secara bertahap dan berkesinambungan.[20]
Ada beberapa prinsip yang mendasari pandangan tersebut, yaitu sebagai berikut:
1.      Nilai-nilai yang mendasari dan menjiwai tingkah laku manusia muslim, baru dapat terserap bilamana ditumbuh kembangkan melalui proses pendidikan yang baik.
2.      Tujuan hidup manusia muslim untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat baru benar-benar disadari dan dihayati bilamana dibina melalui proses pendidikan yang berkesinambungan.
3.      Posisi dan fungsi manusia sebagai hamba Allah, baru dapat difahami dan dihayati bilamana ditanamkan kesadaran tentang perlunya sikap orientasi berhubungan dengan Tuhan, masyarakat, dan alam sekitarnya, serta dengan dirinya sendiri. Pola hubungan tersebut bisa dikembangkan secara lebih baik bilamana diimbing atau dirahkan melalui proses pendidikan.
4.      Kelengkapan- kelengkapan dasar yang diberikan dalam diri manusia berupa fitrah dan mawahib (predisposisi) satu sama lain berbeda intensitas dan ekstensitasi perkembangannya. Kelengkapan dasar tersebut tak mungkin dapat berkembang bila tidak didukung melalui proses kependidikan secara optimal.
5.      Secara universal, membudayakan manusia melalui agama tanpa melalui proses pendidikan akan sulit direalisasikan karena pendidikan adalah sarana pembudayaan manusia melalui ilai-nilainya.[21]
Inilah esensi dari implikasi misi Islam yang menitik beratkan pada proses kependidikan manusia dalam rangka konservasi dan transformasi serta internalisasi nilai-nilai dalam kehidupan seperti yang dikehendaki oleh ajaran islam, agar mereka tetap berada dalam Islam sampai meninggal dunia.[22]
Sebagai sumber pedoman bagi umat Islam, Al-Quran mengandung dan membawakan nilai-nilai yang membudayakan manusia, hampir dua pertiga ayat-ayat Al-Quran mengandung motovasi pendidikan bagi umat manusia.
Bila kita mengamati secara mendalam bagaimana Tuhan mendidik alam ini, akan tampak oleh kita bahwa Allah sebagai Yang Maha Pendidik (murabby al-a’dham) dengan kodrat dan iradat-Nya telah mempolakan suatu surprasistem apapun. Sebagai maha pendidik menghadapi segala sesuatu yang menyangkut kehidupan di alam ini berjalan dalam suatu sistem suatu proses kehidupan yang terjadi secara alami. Hal demikian menjadi contoh bagi makhluk-Nya yang berusaha mengembangkan kehidupan secara manusiawi dan alami sesuai dengan garis (khittab) yang telah diletakkan Allah.
Sebagai misal, mengapa Allah yang Maha Kuasa itu secara langsung menjadikan makhluk-Nya baik atau jahat, pandai atau bodoh, bahagia atau celaka, sehat atau sakit (jasmaniah atau rohaniah), tumbuh dan berkembang atau lemah dan punah sama sekali. Melainkan Allah menjadikannya melalui sistem berbagai macam proses yang pada dasarnya terletak pada suatu mekanisme sebab dan akibat. Seperti berbuat baik mengakibatkan Tuhan memberi pahala. Karena berbuat jahat Tuhan membalas dengan siksaan. Karena beriman dan beramal shaleh, Tuhan memberi pahala yang tidak putus-putusnya dan karena bersyukur terhadap nikmat Allah maka Allah akan menambah nikmat-Nya.[23]
Itu semua membuktikan betapa Tuhan ingin menunjukkan segala sesuatu yang hidup di alam ini tidak terjadi secara insidental, akan tetapi harus melalui proses dalam suatu sistem yang bekerja secara mekanis yang dapat dicontoh dan ditiru oleh hamba-Nya, khususnya manusia di dunia ini.
Bila manusia mengikuti dan berjalan menurut sistem tersebut maka segala ikhtiar manusia akan berakhir pada tujuan yang di cita-citaan, hal ini sesuai dengan apa yang difirmankan Allah sebagai berikut:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَيلِ وَ النَّهَارِ لآيَات لأوْلِي الألباب
“sesungguhnya di dalam kejadian langit dan bumi terhadap tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal.” (QS. Ali Imran: 190).

الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللّهَ قِيَامًا وَ قُعُوْدًا وَ عَلَي جُنُوْبِهِمْ وَ يَتَفَكَرُوْنَ فِيْ خَلْقِ السَمَاوَاتِ وَ الأرْضِ ربنا ما خلقت هَذا بَاطلا َ سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّار
“mereka itu mengingat Allah di saat berdiri dan duduk dan di waktu berbaring serta memikir-mikir tentang kejadian langit dan bumi (seraya) mengucapkan: wahai Tuhanku, kau tidak menciptakan ini semua dengan sia-sia, Maha suc Kau maka jauhkanlah kami dari siksaan api neraka.” (QS. Ali Imran: 191).[24]
Dengan menelaah beberapa firman Tuhan di atas. Para ulama besar dalam masalah pendidikan dan sebagainya, dapat diambil suatu petunjuk bahwa di dalam gerakan semesta alam (macrocosmos) berlangsung suatu sistem dan proses yang telah ditentukan Allah dengan beberapa asas yang saling berkaitan, sebagi berikut:[25]
1.      Asas Menyeluruh (Holistik)
Yaitu asas yang menempatkan semua jenis ciptaan Allah di alam ini tersusun dari bagian-bagian yang bermakna dalam suatu keseluruhan. Dengan berpegang pada asas ini, dalam dunia kependidikan diperlukan suatu model sistem yang menyeluruh baik dalam kelembagaan pendidikan yang berjenjang dan bervariasi maupun dalam penerapan metode pendidikan sehingga dengan mengikutu model suprasistem terlahirlah sistem “satu untuk semuanya” (one for all system). Dalam metodologi pendidikan, “one for all system” merupakan salah satu metode yang dipandang efektif terutama dalam mengajarkan bahasa asing.
2.      Asas Kesatuan (Integralitas)
Asas yang memandang segala yang diciptakan Allah dalam kehidupan alam ini, baik manusia maupun tumbuh-tumbuhan senantiasa berada dalam suatu sistem integral di mana antara satu bagian dengan bagian lain saling berhubungan yang bersifat menggerakkan dan saling memperkokoh sebagai satu kesatuan hidup yang bermakna.
3.      Asas Perkembangan
Asas perkembangan yaitu suatu asas yang menetapkan pandangan bahwa Allah dalam menciptakan alam dan isinya berproses menuju ke arah kesempurnaannya, baik alam makro (alam raya) maupun alam mikro (alam manusia).
Sistem perkembangan berdasarkan asas ini tidak lain adalah suatu sistem kehidupan yang berproses dari yang berkembang secara bertahap menuju ke arah kehidupan yang semakin sempurna, yaitu suatu kehidupan yang berada pada tingkat rohaniah atau metafisis di alam ukhrawi. Proses demikian berlangsung secara konsisten dalam hukum-hukum mekanisme Tuhan yang kita kena dengan istilah sunatullah.[26]
Suatu sistem yang berasaskan perkembangan tersebut telah dijadikan standar sistem kehidupan manusia dalam berbagai bidang keilmuan, seperti teknologi mesin-mesin, organisasi, administrasi, sistem komunikasi, sistem bernegara, dan berpemerintaha, dan sebagainya.
Misalnya dalam sistem administrasi kependidikan dibentuk suatu sistem kelembagaan kependidikan yang berjenjang dar tingkat pradasar, dasar, menengan, dan perguruan tinggi yang menggambarkan proses perkembangan kemampuan manusia berjalan secra bertahap.
Oleh karena itu, asas tersebut akan dapat memberikan jangkauan berfikir yang jauh ke depan dalam konseptualisasi kependidikan manusia. Dan asas tersebut menjadi tumpuan pemikiran kependidikan Islam yang mampu menciptakan konsep-konsep, bersifat lentur dalam struktur keorgansasian kelembagaan pendidikan dalam masyarakat menurut tempat dan waktu serta jangkauan yang bertahap sesuai kebutuhan.[27]
D.    Strategi Pendidikan Agama Islam
Dalam proses pendidikan diperlukan suatu perhitungan tetrang kondisi dan situasi diana proses tersebut berlangsung dalam jangka panjang. Dengan perhitungan tersebut,maka proses pendidikan islam akan lebih terarah kepada tujuan yang hendak dicapai, karena segala sesuatunya sudah direncanakan secara matang.
Itulah sebabnya pendidikan memerlukan strategi yang menyangkut pada masalah bagaimana melaksanakan proses pendidikan dengan melihat situasi dan kondisi yang ada, dam juga bagaimana agar dalam proses tersebut tidak terdapat hambatan serta gangguan baik dari internal maupun eksternal yang menyangkut kelembagaan atau lingkungan sekitarnya.
Strategi biasanya berkaitan dengan taktik yang dikenal di lingkungan militer. Taktik adalah segala cara dan daya untuk menghadapi sasaran tertentu kondisi tertentu agar memperoleh hasil yang diharapkan secara maksima. Dalam proses pendidikan taktik tidak lazim digunakan, akan tetapi depergunakan istilah metode atau teknik.Metode dan teknik mempunyai pengertian yang berbeda meskipun tujuannya sama. Metode adalah jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan. Sedangkan teknik adalah cara mengerjakan sesuatu. Jadi metode mempunyai pengertian yang lebih luas dan lebih ideal serta konsensional.
Namun demikian strategi yang baik adalah bila dapat melahirkan metode yang baik pula, sebab metode adalah merupakan suatu cara pelaksanaan strategi.[28]
Strategi pendidikan pada hakekatnya adalah pengetahuan atau seni mendayagunakan semua faktor/kekuatan untuk mengamankan sasaran pendidikan yang hendak dicapai melalui perencanaan dan pengarahan dalam operasinalisasi sesuai situasi dan kondisi lapangan yang ada. Termasuk pula perhitungan tentang hambatan-hambatannya baik berupa fisik maupun yang bersifat nonfisik (sepert mental spiritual dan moral baik dar subjek maupun lingkungan sekitar). Strategi pendidikan dapat diartikan sebagai kebijakan dan metode umum pelaku proses kependidikan.[29]
Dengan demkian strategi penddikan islam adalah seperti yang ditunjukan dalam firman-Nya antara lain:[30]
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù š9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( Ÿwur š[Ys? y7t7ŠÅÁtR šÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJŸ2 z`|¡ômr& ª!$# šøs9Î) ( Ÿwur Æ÷ö7s? yŠ$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ  
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Al Qashash : 77)
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ  
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al Mujaadalah: 11)
uqèd Ï%©!$# y]yèt/ Îû z`¿ÍhÏiBW{$# Zwqßu öNåk÷]ÏiB (#qè=÷Ftƒ öNÍköŽn=tã ¾ÏmÏG»tƒ#uä öNÍkŽÏj.tãƒur ãNßgßJÏk=yèãƒur |=»tGÅ3ø9$# spyJõ3Ïtø:$#ur bÎ)ur (#qçR%x. `ÏB ã@ö6s% Å"s9 9@»n=|Ê &ûüÎ7B ÇËÈ  
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata, (Al Jumu’ah : 2)
Dan ayat lainnya adalah tentang pentingnya pembinaan akhlak sesuai contoh tingkah laku nabi sendiri sebagai berikut:
y7¯RÎ)ur 4n?yès9 @,è=äz 5OŠÏàtã ÇÍÈ  
Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.(al Qalam: 4)
Kemudian pekerjaan mendidik sangat membutuhkan landasan mental spiritual terutama yang memberikan optimesme dan sikap mendidik maka Allah memberikan petunjuk bahwa manusia pun mempunyai kemampuan untuk menunjukan orang lain ke arah jalan yang lurus[31]
y7Ï9ºxx.ur !$uZøym÷rr& y7øs9Î) %[nrâ ô`ÏiB $tR̍øBr& 4 $tB |MZä. Íôs? $tB Ü=»tGÅ3ø9$# Ÿwur ß`»yJƒM}$# `Å3»s9ur çm»oYù=yèy_ #YqçR Ïök¨X ¾ÏmÎ/ `tB âä!$t±®S ô`ÏB $tRÏŠ$t6Ïã 4 y7¯RÎ)ur üÏöktJs9 4n<Î) :ÞºuŽÅÀ 5OŠÉ)tGó¡B ÇÎËÈ  
Dan Demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui Apakah Al kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui Apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan Dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (Asy Syuura: 52)
Secara singkat karakteristik pendidikan islam, diantaranya adalah, penekanan pencarian ilmu pengetahuan, penguasaan, dan pengembangan atas dasar ibadah kepada Allah SWT. Setiap muslim diwajibkan mencari ilmu pengetahuan untuk dipahami secara mendalam, selanjutnya dikembangankan dalam ibadah guna kemaslahatan umat manusia. Pencarian, penguasaan, dan pengembangan ilmu pengetahuan ini merupakan suatu proses yang berkesinambungan dan berlangsung seumur hidup serta sangat menekankan pada nilai-nilai akhlak. Dalam konteks ini, kejujuran, sikap tawadlu’, menghormati sumber pengetahuan, dan sebagainya, merupakan prinsip-prinsip penting yang harus dipegangi oleh pencari ilmu.[32]
Pengakuan akan potensi dan kemampuan seseorang berkembang dalam suatu kepribadian. Setiap pencari ilmu dipandang sebagai makhluk Tuhan yang perlu dihormati dan disantuni, agarpotensi-potensi yang dimilikinya dapat teraktualisasikan dengan baik.
Pengamalan ilmu pengetahuan atas dasar tanggung jawab kepada Tuhan dan masyarakat. Ilmu pengetahuan bukan hanya untuk diketahui dan dikembangkan, melainkan dipraktekkan dalam kehidupan. Dengan demikian, terdapat konsistensi antara sesuatu yang diketahui dengan pengamalannya dalam kehidupan sehari-hariyang bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat.[33]
Dalam menentukan strategi pendidikan atau metode pengajaran, agar tujuan pendidikan islam dapat tercapai semaksimal mungkin, maka dalam prosesnya  harus memperhatikan lima faktor pendidikan :[34]

1.      Faktor tujuan dan bahan pelajaran
Setiap proses pendidikan menargetkan tujuan tertentu, seperti tujuan yang bersifat kognitif, afektif, dan psikomotorik. Perbedaan tujuan ini menghendaki adanya perbedaan metode yang digunakan. Islam memberikan panduan dan arah tetanng cara menggunakan metode dengan memperhatikan tujuan dan alat, dengan jiwa ajaran dan akhlak Islam yang mulia. Pendidik muslim mengambil tujuan-tujuan, metode, prinsip, dan alat-alatnya dari akhlak Islam. Ia berusaha melaksanakannya dalam suasana keislaman yang sempurna.
2.      Faktor peserta didik
Setiap peerta didik memiliki latar belakang kecerdasan, bakat, minat, hobi, dan kecenderungan yang berbeda. Demikian pula perbedaan tingkat usia peserta didik menyebabkan terjadinya perbedaan sikap kejiwaan. Latar belakang keadaan peserta didik yang demikian harus dipertimbangkandalam memmilih metode pengajaran.
3.      Faktor lingkungan
Perbedaan lingkungan harus pula menjadi pertimbangan dalam menetapkan metode pengajaran. Lingkungan di rumah, sekolah, masyarakat, perpustakaan, laboraturium, dan sebagainya berbeda-beda. Hal ini menghendaki adanya perbedaan dalam menggunakan metode pengajaran.
4.      Faktor alat dan sumber belajar
Alat belajar dengan berbagai macamnya dan juga bahan belajar yang tersedia dengan berbagai macamnya, harus jadi pertimbangan dalam menetapkan metode pengajaran. Hal ini perlu dilakukan, karena setiap metode menghendaki alat dan sumber yang berbeda-beda. Alat dan sumber belajar uantuk metode ceramah misalnya,berbeda dengan alat dan sumber belajar untuk metode simulasi, ekperimen, dan sebagainya.
5.      Faktor kesiapan guru
Penggunaan setiap metode menuntut wawasan, keterampilan dan pengalaman guru yang akan menerapkannya. Seorang guru yang tidak memiliki wawasan, pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan metode simulasi misalnya, sebaiknya jangan melakukan metode tersebut, karena tidak akan berjalan sebagaimana yang diharapkan.



















BAB III
KESIMPULAN
Ø  Sejarah pendidikan Islam adalah Keterangan mengenai pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam dari waktu ke waktu yang lain, sejak zaman lahirnya Islam sampai dengan masa sekarang.
Ø  Perkembangan dan pertumbuhan pendidikan Islam tidak lepas dari sejarah Islam itu sendiri, yaitu terbagi dalam 4 masa, antara lain masa nabi Muhammad atau masa pembinaan, masa Khulaf al Rasyidin, masa Dinasti Umayah, masa Dinasti Abbasiyah.
Ø  Esensi dari implikasi Al Qur’an adalah menitik beratkan pada proses kependidikan manusia dalam rangka konservasi dan transformasi serta internalisasi nilai-nilai dalam kehidupan seperti yang dikehendaki oleh ajaran islam, agar mereka tetap berada dalam Islam sampai meninggal dunia.
Ø  Strategi pendidikan pada hakekatnya adalah pengetahuan atau seni mendayagunakan semua faktor/kekuatan untuk mengamankan sasaran pendidikan yang hendak dicapai melalui perencanaan dan pengarahan dalam operasinalisasi sesuai situasi dan kondisi lapangan yang ada. Termasuk pula perhitungan tentang hambatan-hambatannya baik berupa fisik maupun yang bersifat nonfisik (sepert mental spiritual dan moral baik dar subjek maupun lingkungan sekitar). Strategi pendidikan dapat diartikan sebagai kebijakan dan metode umum pelaku proses kependidikan





Daftar Pustaka
Nata, Abuddin. 2009.  Persepektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran , Jakarta: Kencana.
Basuki dan Ulum, M. Miftahul. 2007. Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, Ponorogo: STAIN Po Press.
Arifin, H.M.. 2003.  Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan teoritis dan praktis berdasarkan pendekatan indisipliner, Jakarta: Bumi Aksara.
Ramayulis. 2002.  Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia.
Baharuddin ,dkk. 2011. Dikotomi Pendidikan Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya.



[1] Zuhairini,dkk, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), 1
[2] Ibid., 2
[3] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), 13
[4] Zuhairini,dkk, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), 7
[5] Baharuddin,dkk, Dikotomi Pendidikan Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), 131-132
[6] Ibid., 133
[7] Ibid., 135-136
[8] Ibid., 136
[9] Ibid., 136
[10] Ibid.,138
[11] Ibid., 140
[12] Ibid.,
[13] Ibid., 141
[14] Ibid., 144
[15] Ibid., 154
[16] Ibid.,
[17] Ibid., 154
[18] Ibid.,
[19] Ibid., 155
[20] H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan teoritis dan praktis berdasarkan pendekatan indisipliner (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), 32
[21] Ibid., 32-33
[22] Ibid., 33
[23] Ibid., 33
[24] Ibid., 34
[25] Ibid., 35
[26] Ibid., 35-36
[27] Ibid., 36
[28] Ibid., 39
[29] Ibid., 39-40
[30] Ibid., 40
[31] Ibid., 41
[32] Basuki dan M. Miftahul Ulum, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam (Ponorogo: STAIN Po Press, 2007), 13
[33] Ibid., 14
[34] Abuddin Nata, Persepektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2009), 199-202

Tidak ada komentar:

Posting Komentar